-->

Ads

Pengaruh stres panas [heat stress] pada ternak SAPI PERAH

1.    Perubahan suhu dapat mempengaruhi perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH. Denyut jantung sapi FH yang sehat pada daerah nyaman [suhu tubuh 38,60C] adalah 60 – 70 kali/menit dengan frekuensi nafas 10 – 30 kali/menit. Selanjutnya Berman [2005] menyatakan pengaruh stres meningkatkan suhu tubuh> 102,5oF[normal 101,5oF] dan tingkat respirasi> 70-80/menit, didukung pernyataan Turner, et al. [1992] adanya perbedaan suhu tubuh dan tingkat respirasi sapi pada kondisi panas [Control] dengan Cooled 

Kadzere, et al. [ 2002] menjelaskan bahwa reaksi sapi FH terhadap perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak atau menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin.

2.    Hormon kortisol dihasilkan sebagai respon terhadap keadaan stress [Dobson et al., 2003]. Kortisol adalah hormon steroid atau glukokortikoid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Kortek adrenal mensintesis molekul steroid yang dipilah menjadi tiga kelompok  hormon yaitu glukokortikoid, mineralkortikoid dan androgen dengan zona/lapisan penghasil yang berbeda-beda. Kolesterol, yang didapatkan dari makanan dan sintesis endogen adalah bahan untuk steroidogenesis

Fungsi glukokortikoid adalah mengatur metabolisme glukosa darah yang mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah, memobilisasi cadangan lemak [lipolisis] dari jaringan perifer ke dalam darah, merangsang hati melalui proses glukoneogenesis untuk menghasilkan gula dari sumber non karbohidrat seperti protein dan lemak, kemudian melepas glukosa ke dalam darah. Kortisol sangat meningkat pada keadaan stres, glukokortikoid dapat menyebabkan pengangkutan asam amino dan lemak dengan cepat dari cadangan sel – selnya sehingga dapat dipakai untuk energi dan sintesis senyawa lain. Kortisol mempunyai efek umpan balik negative terhadap [a] hipotalamus untuk menurunkan pembentukan corticotrophin releasing hormon [CRF] dan [b] kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan pembentukan adrenocortiko tropic hormone [ACTH]

Umpan balik ini membantu mengatur konsentrasi kortisol dalam plasma, apabila konsentrasi kortisol sangat tinggi, maka umpan balik ini secara otomatis akan mengurangi jumlah ACTH sehingga kembali ke keadaan normal. Stres menyebabkan terjadinya sekresi CRH dan arginin vasopressin dan aktivasi dari sistem saraf simpatis. Hal ini akan meningkatkan sekresi  ACTH

       Stres panas memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem hormonal ternak disebabkan perubahan dalam metabolisme. Hasil penelitian Westra [2007] menunjukkan bahwa lokasi beriklim sedang dan panas terbukti menjadi stresor pada induk sapi perah. Kadar hormon kortisol sebagai indikator adanya stresor meningkat nyata [P<0,05] dibandingkan kadar kortisol di lokasi iklim dingin. Profil hormon kortisol pada saat ternak estrus

Konsentrasi hormon kortisol pada sapi yang mengalami stres panas, lebih   tinggi dibandingkan dengan konsentrasi hormon tersebut pada kondisi lingkungan yang nyaman.

3.    Peningkatan kebutuhan energi pemeliharaan [NRC, 2001]. Sapi akan mengaktifkan mekanisme dalam upaya untuk menghilangkan kelebihan panas dan menjaga suhu tubuh.  Kebutuhan energi pemeliharaan dapat meningkat 20-30% pada hewan di bawah tekanan panas. Hal ini mengurangi asupan energi yang tersedia untuk fungsi produktif seperti produksi susu. Aliran darah ke kulit akan meningkat dalam upaya untuk melepaskan beban panas [West, 2003]. Efek konsumsi energi pada  dry matter intake [DMI]

4.    Pemanfaatan nutrisi pakan. Adanya stres panas meningkatkan kehilangan natrium dan kalium. Hal ini terkait dengan peningkatan laju respirasi, sehingga mempengaruhi keseimbangan asam-basa dan mengakibatkan metabolik alkalosis serta dapat mengakibatkan penurunan efisiensi pemanfaatan nutrisi.

5.    Dry Matter Intake [DMI]. Terjadi penurunan DMI pada sapi perah yang mengalami stres panas. Depresi ini dalam dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang tergantung pada panjang dan durasi stres panas [Pennington, et al., 2000 dan West, 2003].  Stres panas mempengaruhi karakteristik fermentasi rumen, yang berkaitan dengan  penurunan jumlah produksi VFA sehingga mengakibatkan perubahan lingkungan pH rumen menjadi lebih rendah. Respon rumen terhadap stres panas

6.    Produksi susu. Stres panas dapat menyebabkan  penurunan produksi susu sapi. Produksi susu juga akan berkurang selama ternak mengalami stres panas. Pengaruh langsung stres panas terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan  maintenance  untuk menghilangkan kelebihan beban panas, mengurangi laju metabolis, dan mengurangi konsumsi makanan. Di Indonesia, temperatur lingkungan yang mencapai 29 oC menurunkan produksi susu menjadi 10,1 kg/ekor/hari dari produksi susu 11,2 kg/ekor/hari jika temperatur lingkungan hanya berkisar 18 – 20 oC [Thalib, dkk. 2002]. Penurunan ini dapat bersifat sementara atau jangka panjang tergantung pada panjang dan keparahan stres panas. Menurut Berman [2005] penurunan  produksi susu dapat berkisar dari 10% sampai 25%. Hasil penelitian Calderon, et al. [2005] menunjukkan adanya perbedaan penampilan produksi dan reproduksi ternak di daerah panas dengan di daerah dingin. Wijono, dkk. [1993] menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang  nyata produksi susu di dataran rendah dengan produksi susu di dataran tinggi

7.    Reproduksi. Stres  panas juga dapat menurunkan kinerja reproduksi ternak sapi   yaitu mengakibatkan penurunan konsumsi pakan dan perubahan kondisi lingkungan uterus sehingga terjadi keseimbangan energi negatif yang mempengaruhi sekresi hormon reproduksi dan berlanjut pada kesuburan ternak

Dampak stres panas meliputi:
a] Deteksi estrus; 
b] Penurunan    fertilitas;
c] Penurunan persentase kebuntingan
 d] Penurunan pertumbuhan, ukuran dan perkembangan folikel ovarium

       Menurut Lucy [2002], perbedaan temperatur tubuh ternak yang disebabkan stres panas dapat mempengaruhi persentase keberhasilan kebuntingan, hal ini berkaitan dengan kondisi saluran reproduksi dan kemampuan ternak untuk mempertahankan kehidupan awal embrio.

.          Gambar  14. Gelombang follicular pada siklus estrus [Rensis, 2003]
Berdasarkan Gambar diatas, laju peningkatan jumlah folikel besar/dominan [> atau = 10 mm] pada sapi H lebih tinggi dari pada sapi C [p <0,01], yaitu menghasilkan 53% lebih folikel besar pada sapi H selama gelombang 1; jumlah folikel menengah [6-9 mm] antara Hari 7 dan 10 dari siklus lebih rendah [p <0,05]. Stres Panas mempengaruhi pertumbuhan folikel yang mengakibatkan  penurunan ukuran folikel dominan gelombang pertama dengan cepat dan  munculnya folikel dominan gelombang dua  [preovulatory], sehingga berpengaruh pada fertilitas ternak [Rensis, 2003]. Panjang gelombang folikuler mengarah ke pemilihan dan ovulasi ganda, folikel dominan lebih sedikit [Sartori, 2002]. Folikel bertanggung jawab untuk memproduksi hormon estrogen, yang menyebabkan ternak menunjukkan tanda-tanda estrus. Folikel yang lebih kecil akan memproduksi estrogen kurang dari yang lebih besar, sehingga mengakibatkan aktivitas estrus berkurang. Dengan demikian, akhirnya akan mengurangi efisiensi deteksi estrus bahkan stres panas juga dapat mengganggu perkembangan embrio, sehingga berpengaruh pada peningkatan kegagalan implantasi dan kematian embrio

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel