-->

Ads

cara TINDAKAN KEPERAWATAN Penderita BPH / Kelenjar prostat

Pada Tn. R ditemukan masalah keperawatan nyeri sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan antara lain Mengobservasi keadaan umum pasien yang bertujuan  untuk mengetahui keadaan secara umum pada pasien, karena keadaan umum pasien dapat menggambarkan kondisi fisik pasien pada saat sebelum melakukan tindakan, sehingga bisa dilakukan tindakan lebih lanjut.

Implementasi yang kedua Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan nyeri, meningkatkan relaksasi. Dengan membantu pasien dalam merespon nyeri sehingga mengurangi ketegangan otot halus dan meningkatkan kenyamanan dimana nyeri itu dapat dialihkan dengan cara relaksasi dan distraksi (Deonges, 2000). Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Trullyen, (2013) teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi p yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis mengalami vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinaliske otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Respon pasien: klien mengatakan nyeri berkurang dan merasa lebih nyaman setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Implementasi selanjutnya  memberikan pasien dengan posisi nyaman , gravitasi melakukan eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen (Deonges, 2000). Pemberian posisi yang nyaman pada Tn. R yaitu low fowler dengan derajat 15˚ karena perut pasien besar supaya tidak terjadi nyeri pada lukanya. Respon pasien: klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan, klien tampak lebih rileks.

Implementasi yang ke empat melakukan kompres hangat melalui buli-buli pada daerah nyeri yang bertujuan dengan kompres hangat dapat membantu pasien mendapatkan kontrol perasaan tidak nyaman secara konstan yang di sebabkan oleh parestesia, memperlebar pembuluh darah pada daerah nyeri sehingga suplai O² ke daerah nyeri adekuat, dan menurunkan kekakuan atau nyeri pada otot (Perry & Potter:2006;1889). Dalam pemberian tindakan ini penulis melakukan diskusi pada perawat supaya tidak terjadi hal yang di inginkan seperti pendarahan.

Melanjutkan tindakan kolaborasi memberikan terapi obat analgetik bertujuan menurunkan atau mengontrol nyeri. Pemberian obat yang di berikan adalah Ketorolac 30 mg/injeksi, obat ini tergolong obat NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) atau antiinflamasi non–steroid, analgetik iv dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil. Efek samping dari ketorolac adalah ulkus, pendarahan pada saluran cerna dan perforasi, hemoragis pasca bedah, gagal ginjal akut (Doengoes, 2000). Obat analgetik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri sehingga mempengaruhi persepsi atau mengubah persepsi modalitas nyeri sehingga obat analgetik mempunyai efek menghilangkan nyeri tanpa disertai kehilangan kesadaran atau fungsi sensasi (Potter & Perry, 2005). Menurut (ISO, 2014; 22) injeksi ketorolak parental di indikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek (maksimal 2 hari) terhadap nyeri akut derajat sedang-berat segera setelah operasi. Dosis awal ketorolak (untuk pasien dewasa): 10 mg diikuti dengan peningkatan dosis 10-30 mg setiap 4-6 jam bila diperlukan.

Implementasi selanjutnya mengkaji ulang karakteristik nyeri untuk mengidentifikasi nyeri dan ketidaknyamanan. Pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri menggunakan metode PQRST (Provoking incident, Quality of pain, Region, Saverity of pain, Time). Provoking incident yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri, Quality of pain yaitu nyeri yang dirasakan atau kualitas nyeri, misalnya: apakah nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar, tajam atau menusuk. Region yaitu daerah perjalanan nyeri ke daerah lain, Saverity of pain yaitu intensitas nyeri yang dirasakan, pengkajian nyeri dengan menggunakan skala nyeri numerik, misalnya: 0: tidak nyeri, 1-3: nyeri ringan, 4-6: nyeri sedang, 7-9: nyeri berat, 10: nyeri sangat berat atau tidak tertahan, kemudian perawat membantu klien untuk memilih secara subyektif tingkat skala nyeri yang dirasakan klien. Time yaitu berapa lama nyeri berlangsung, kapan, serta apakah ada waktu-waktu tertentu yang menyebabkan nyeri itu bertambah (Muttaqin, 2008).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel