-->

Ads

Penampilan Produksi Sapi Perah

Penampilan Produksi  Sapi Perah

Susu merupakan sekresi normal dari kelenjar susu hewan mamalia yang dapat digunakan sebagai makanan yang sempurna bagi anaknya setelah lahir atau dapat digunakan sebagai bahan pangan aman, sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Air susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang, dan secara kimiawi susu didefinisikan sebagai emulsi lemak, gula, mineral dan protein yang    terdispersi     dalam   air.   Umumnya    berat   jenis   susu   adalah 1,032    dengan     titik beku – 0,5310C

Kelenjar  susu  sapi   perah   terdiri    dari    empat    kelenjar  yang  masing -  masing terpisah. Susu yang disintesis dalam satu kelenjar tidak dapat melewati ke salah satu kelenjar lain. Bagian kanan dan kiri ambing juga dipisahkan oleh median ligamen. Ligamen rata-rata terdiri dari jaringan fibrosa elastis, sementara ligamen lateral terdiri dari jaringan ikat dengan sedikit elastisitas [Hurley, 2000]. Susu disintesis dalam sel sekretoris, yang disusun sebagai satu lapisan pada membran basal dalam sebuah struktur bulat disebut alveoli. Diameter dari masing-masing alveolus adalah sekitar 50-250 mm. Beberapa alveolies bersama-sama membentuk lobulus [Lestari, 2006]. Struktur daerah ini sangat mirip dengan struktur paru-paru. Kelenjar susu didukung oleh pembuluh darah, arteri dan vena. Fungsi utama dari sistem arteri adalah untuk menyediakan pasokan nutrisi yang terus-menerus ke sel-sel sintesis susu. Skematis anatomi ambing dan skema sistem vaskular ambing

Untuk menghasilkan 1 liter susu maka 500 liter darah harus melewati ambing. Ketika sapi menghasilkan 60 liter susu per hari, 30.000 liter darah yang beredar melalui kelenjar susu. Lemak susu sebagian besar terdiri dari trigliserida, yang disintesis dari glyceroles dan asam lemak. Asam lemak rantai panjang diserap dari darah. Asam lemak rantai pendek disintesis dalam kelenjar susu dari komponen hydroxybutyrate asetat dan beta dari darah. Protein susu disintesis dari asam amino juga dengan asal dari darah, dan terdiri terutama dari caseins dan tingkat yang lebih kecil whey protein. Laktosa disintesis dari glukosa dan galaktosa dalam sel yang mensekresi susu. Vitamin, mineral, garam dan antibodi yang berubah dari darah melintasi sitoplasma sel ke lumen alveolus [DeLaval, 2006]. Struktur skematis sel alveolar

Produksi susu pada dasarnya merupakan hasil  interaksi antara  faktor‐faktor  genetik  dan  lingkungan . Faktor genetik yang berpengaruh adalah bangsa sapi perah tersebut, sedangkan faktor bukan genetik yang berpengaruh pada produksi susu antara lain: pakan, tatalaksana dan iklim, umur, bobot badan, penyakit, frekuensi pemerahan, jaringan sekresi, kebuntingan dan kondisi ternak setelah melahirkan,musim kelahiran pedet dan panjang interval kelahiran serta paritas [Epaphras, et al. 2002]. Manajemen  pemberian pakan  yang  baik,  dengan  persediaan  pakan  hijauan  dan  konsentrat  yang  terjamin  relatif konstan sepanjang tahun sehingga pada musim kemarau  pun  pakan  cukup  tersedia,  dengan demikian  hari  hujan  dan  curah  hujan  tidak berpengaruh  terhadap  produksi  susu.  Begitu juga  dengan  kelembaban  dan  temperatur,  hal  ini  berkaitan   dengan   iklim  di  Indonesia,  dimana  kisaran  temperatur  dan kelembaban  masih dalam kisaran yang sama

Produksi susu pertama kali diawali setelah seekor induk sapi perah beranak pertama kali. Hal ini terjadi karena proses neurohormonal, yakni adanya rangsangan pada puting saat penyusuan anak pada induk atau saat pemerahan. Rangsangan ini akan sampai ke syaraf pusat dan menyebabkan bagian posterior dan pituitary melepaskan oxytocin melalui darah pada kelenjar ambing, sehingga menyebabkan sel myoepithel berkontraksi. Proses kontraksi ini akan mendesak air susu dari alveoli menuju ke system saluran kemudian dialirkan ke cistern pada puting

Laktasi adalah proses produksi, sekresi dan pengeluaran susu dari sapi yang diperah secara kontinyu yang bertujuan untuk menghasilkan susu. Pada sapi perah, kelenjar susu mulai berkembang pada waktu kehidupan fetal. Puting-puting susu terlihat pada waktu dilahirkan. Sebelum ternak mencapai dewasa kelamin, hanya terjadi sedikit pertumbuhan jaringan kelenjar. Bila sapi betina mencapai dewasa kelamin, maka hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel dalam ovarium akan merangsang perkembangan sistema duktus yang lebih besar

Pada setiap siklus estrus yang berulang, jaringan kelenjar susu dirangsang untuk berkembang lebih cepat. Setelah sapi dara mengalami beberapa kali siklus estrus, maka duktus menunjukkan banyak cabang dalam susu. Bila ovulasi terjadi, maka folikel berkembang menjadi korpus luteum dan memproduksi progesteron. Hal ini merupakan penyebab perkembangan sistema lobul-alveolar. Disamping itu, kelenjar pituitaria juga mengeluarkan hormon gonadotropin yang bekerja terhadap ovarium untuk merangsang siklus estrus. Adanya follicle stimulating hormone (FSH) menyebabkan folikel ovarium berkembang. Pada saat tersebut, estrogen dikeluarkan dan hormon ini bekerja terhadap sistem duktus dari kelenjar susu [Hafez, 2000].
Daya produksi ternak  sapi perah adalah kemampuan untuk menghasilkan susu selama satu masa laktasi yang diukur dari sejak melahirkan sampai dikeringkan

Produksi susu seekor sapi perah tidak konstan, yaitu meningkat pada awal laktasi hingga mencapai produksi tertinggi, kemudian menurun sampai sapi perah tersebut  dikeringkan

Produksi susu akan menurun selama ternak mengalami cekaman panas. Iklim panas memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi produksi susu secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap asupan pakan [Kadzere, et al. 2002]. Rendahnya kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan pada ternak bunting akan mempengaruhi produksi susu pasca melahirkan. Pengaruh langsung terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelebihan beban panas, mengurangi laju metabolik dan menurunkan konsumsi pakan.

Berdasarkan hasil penelitian Epaphras, et al. [2002], paritas memiliki korelasi positif  dengan produksi susu [Gambar 24]. Hal ini dapat dijelaskan dengan kapasitas produksi susu tertinggi disertai dengan asupan pakan yang lebih besar  pada sapi yang lebih tua daripada yang muda  Namun, pada sapi paritas 4 dan lebih, tidak lagi menjadi produsen yang lebih baik dibandingkan dengan sapi paritas 3. Hal ini berkaitan dengan keaktifan sel-sel sekretorik.

apai 290 C menurunkan produksi susu menjadi 10,1 kg/ekor/hari dari produksi susu 11,2 kg/ekor/hari jika temperatur lingkungan berkisar 180C – 200 C [ Thalib, dkk., 2002 ].

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel