-->

Ads

Defenisi sindroma kardiorenal (CRS) lengkap

Definisi sindroma kardiorenal (CRS)

Pada Tahun 2004, NHLBI mengajukan definisi sederhana tentang sindroma kardiorenal (CRS) yaitu : CRS adalah penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penurunan fungsi jantung. Mengingat fungsi ginjal antara lain mengatur garam dan cairan maka penurunan fungsinya akan menyebabkan pengobatan terhadap gagal jantung terganggu.18Ronco dkk (2008) mengusulkan perbaikan definisi CRS sebagai tertulis pada tabel 1 berikut :

Tabel 1 : Definisi Sindroma Kardiorenal
Definisi Sindroma Kardiorenal

Definisi Sindroma Kardiorenal

 Walaupun klasifikasi yang diajukan oleh Ronco (2008) seperti tercantum pada tabel diatas lebih komprehensif dan menggambarkan interaksi antar organ, sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai definisi CRS (Cardiorenal Forum 2nd meeting,2008). Liang dkk (2008) membuat definisi CRS berdasarkan gambaran kliniknya. Menurut mereka apakah penyebab awalnya organ ginjal atau jantung, gambaran kliniknya dapat berupa gagal jantung yang disertai dengan penurunan fungsi ginjal, memburuknya fungsi ginjal saat dilakukan pengobatan pada acute decompensated heart failure (ADHF) atau resistensi terhadap terapi diuretik akibat penurunan fungsi ginjal.16Mereka membuat klasifikasi definisi seperti tercantum pada tabel berikut :

Tabel 2. Definisi Sindroma Kardiorenal
Defenisi sindroma kardiorenal

Defenisi sindroma kardiorenal

Sindroma Kardiorenal Akut (Tipe I)

Sindrom kardiorenal tipe I ditandai oleh perburukan akut fungsi jantung yang menyebabkan jejas ginjal akut (Acute Kidney Injury=AKI).22,24Sindrom kardiorenal tipe I sering terjadi. Sebagian besar penderita gagal jantung yang dirawat di rumah sakit akibat gagal jantung seringkali mempunyai kondisi pre-morbid disfungsi ginjal yang menjadi predisposisi terjadinya AKI.

Jejas ginjal akut yang terjadi pada gagal jantung akut tampak lebih berat pada penderita dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang terganggu, dan penurunan fungsi ginjal tersebut secara konsisten menjadi faktor risiko independen mortalitas penderita gagal jantung akut.Pengaruh independen tersebut menunjukkan bahwa penurunan akut fungsi ginjal pada gagal jantung akut bukan semata-mata penanda dari beratnya penyakit tetapi juga berhubungan dengan percepatan jejas kardiovaskular melalui aktivasi jaras-jaras neurohormonal, imunologis, dan inflamasi.

Pada sindrom kardiorenal tipe I terjadinya AKI berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal. Disamping itu terjadi pula penurunan respons terhadap diuretik akibat fenomena fisiologik yang disebut diuretic braking (semakin menghilangnya efek diuretik yang terjadi sekunder akibat retensi natrium pasca pemberian diuretik).

Diagnosis dini AKI pada sindrom kardiorenal tipe I maupun tipe III sangatlah penting. Pada kedua kondisi tersebut penanda klasik seperti peningkatan kadar kreatinin sudah menunjukkan kondisi yang terlambat, dan hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk mencegah dan melindungi ginjal dari kerusakan lebih lanjut. Penemuan berbagai biomarker jejas ginjal akut untuk diagnosis dini sindrom kardiorenal masih terus dikembangkan.

Sindrom kardiorenal tipe I

Sindrom Kardiorenal Kronik (Tipe II)

    Sindrom kardiorenal tipe II ditandai oleh abnormalitas kronik fungsi jantung (misalnya pada gagal jantung kronik) yang menyebabkan penyakit ginjal kronik progresif.22,24 Perburukan fungsi ginjal pada penderita gagal jantung kronik berhubungan dengan outcome yang buruk dan bertambahnya lama perawatan di rumah sakit.

Mekanisme yang mendasari perburukan fungsi ginjal pada gagal jantung kronik berbeda dibanding pada gagal jantung akut. Pada gagal jantung kronik telah terjadi penurunan perfusi ginjal dalam jangka panjang, dan seringkali disertai predisposisi penyakit mikrovaskular dan makrovaskular. Walaupun sebagian besar penderita dengan GFR yang rendah juga berada pada kelas fungsional NYHA yang rendah, tidak terdapat bukti konsisten yang menghubungkan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan GFR. Estimasi GFR pada penderita gagal jantung kronik dengan fungsi ventrikel kiri yang baik dapat tidak berbeda dibanding penderita dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang terganggu.

Patofisiologi disfungsi ginjal pada gagal jantung kronik belum sepenuhnya dipahami. Kondisi tersebut tidak dapat diterangkan semata-mata akibat hipoperfusi. Sebuah penelitian hemodinamik invasif pada gagal jantung kronik tidak menemukan hubungan antara berbagai variabel hemodinamik pada pemeriksaan kateter arteri pulmonal dengan kadar kreatinin serum. Satu-satunya variabel yang berhubungan adalah peningkatan tekanan atrium kanan, menunjukkan kemungkinan peran kongesti ginjal dalam perburukan fungsi ginjal pada gagal jantung kronik.

    Pada sindrom kardiorenal kronik terdapat abnormalitas neurohormonal dengan produksi berlebih mediator-mediator vasokonstriktif (epinefrin, angiotensin, endotelin) dan perubahan sensitivitas dan/atau pelepasan faktor-faktor vasodilator endogen (peptida natriuretik, nitric oxide).17Farmakoterapi yang digunakan dalam pengelolaan gagal jantung dapat turut memperburuk fungsi ginjal

Sindrom kardiorenal tipe II

Sindrom kardiorenal tipe II

 Sindrom Renokardiak Akut (Tipe III)

Sindrom renokardiak akut ditandai oleh perburukan fungsi ginjal akut (AKI, iskemia, atau glomerulonefritis) yang menyebabkan disfungsi jantung akut (gagal jantung, aritmia, iskemia). Sindrom kardiorenal tipe III lebih jarang ditemukan dibanding tipe I, mungkin disebabkan belum diteliti secara lebih sistematik.

Jejas ginjal akut dapat mempengaruhi jantung melalui beberapa jaras. Kelebihan cairan berperan dalam terjadinya edema paru. Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia dan henti jantung. Uremia dapat mempengaruhi kontraktilitas miokard melalui akumulasi faktor-faktor depresan miokard dan perikarditis. Kondisi asidemia mempunyai efek inotropik negatif dan bersama imbalans elektrolit meningkatkan risiko aritmia. Iskemia ginjal sendiri dapat mempresipitasi aktivasi inflamasi dan apoptosis pada tingkat jantung.

Disfungsi ginjal dengan retensi garam dan air, dan iskemia miokard akut disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat vasokonstriksi perifer yang terus menerus. Blokade angiotensin yang dibutuhkan dalam pengelolaan hipertensi dan gagal jantung pada penderita-penderita tersebut akan menyebabkan penurunan GFR dan perburukan fungsi ginjal.

Sindroma Renokardiak Kronik (Tipe IV)

Sindrom kardiorenal tipe 4 ditandai oleh kondisi CKD primer (penyakit glomerulus kronik) yang berperan dalam menurunnya fungsi jantung, hipertrofi ventrikel, disfungsi diastolik, dan/atau peningkatan risiko kejadian kardiovaskular.22,24    Pada penderita CKD terdapat peningkatan kadar plasma biomarker spesifik seperti troponin, dimetilarginin asimetrik, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, homosistein, peptida natriuretik, protein reaktif C, protein serum amiloid A, dan ischemia-modified albumin. Hal ini menggambarkan hubungan mekanistik antara inflamasi kronik, infeksi subklinik, percepatan aterosklerosis, interaksi jantung-ginjal, dan outcome kardiovaskular dan ginjal.

Secara patofisiologik interaksi kardiorenal kronik dipengaruhi oleh denominator yang sama yaitu inflamasi, keseimbangan antara nitric oxide/reactive oxygen species, dan sistem saraf simpatetik. Konektor-konektor kardiorenal tersebut bersama-sama dengan interaksi hemodinamik antara jantung dan ginjal bertanggung-jawab terhadap progresifitas penyakit melalui mekanisme umpan-balik,sehingga urutan kejadian pada kondisi sindrom kardiorenal kronik (tipe II dan tipe IV) menjadi tidak penting.

Sindrom Kardiorenal Sekunder (Tipe V)

Sindrom kardiorenal tipe V ditandai oleh kombinasi disfungsi jantung dan ginjal yang disebabkan penyakit sistemik kronik atau akut.

Informasi sistematik tentang sindrom kardiorenal tipe V masih terbatas. Pemahaman tentang bagaimana kombinasi gagal jantung dan gagal ginjal dapat memberi pengaruh yang berbeda dibanding kombinasi kegagalan pada organ lain juga masih terbatas. Walaupun demikian telah diketahui bahwa beberapa penyakit kronik dan akut seperti sepsis, diabetes, amiloidosis, lupus eritematosus sistemik, dan sarkoidosis dapat mempengaruhi organ jantung dan ginjal secara simultan, dan penyakit yang mengenai salah satu organ dapat berdampak pada organ lainnya, demikian pula sebaliknya. Beberapa kondisi seperti diabetes dan hipertensi dapat berperan pula pada sindrom kardiorenal tipe II dan tipe IV.

Pada kondisi akut seperti pada sepsis berat dapat terjadi jejas ginjal akut dan juga depresi miokard. Mekanisme yang bertanggung jawab atas perubahan-perubahan tersebut masih belum dipahami sepenuhya tetapi diduga berkaitan dengan pengaruh Tumor Necrosis Factor (TNF) dan mediator-mediator lain pada kedua organ. Depresi fungsi miokard dan keadaan curah jantung yang inadekuat dapat menurunkan fungsi ginjal seperti yang terjadi pada sindrom kardiorenal tipe I, dan terjadinya AKI dapat mempengaruhi fungsi jantung seperti yang terjadi pada sindrom kardiorenal tipe III. Iskemia ginjal yang terjadi kemudian dapat menginduksi jejas miokardial lebih lanjut membentuk lingkaran setan yang akan mencederai kedua organ.
Sindrom kardiorenal tipe V

Sindrom kardiorenal tipe V

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel