-->

Ads

Interaksi antar organ ginjal dan jantung

Interaksi antar organ ginjal dan jantung sudah sejak lama dikenal dan dilaporkan dalam kepustakaan. Sejak tahun 1998, National Kidney Foundation (NKF) di Amerika melaporkan tingginya angka kejadian Penyakit Kardio Vaskuler (PKV=CVD) yang terjadi pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Dalam kurun waktu 2 dekade banyak dilaporkan penelitian tentang interaksi antara kedua organ ini.1,3,7,12,14Pada tahun 2008, Sarnak dkk melaporkan bahwa bila dibandingkan dengan populasi umum maka kematian akibat PKV pada penderita PGK tahap 5 (sudah menjalani dialisis), 10 sampai 30 kali lebih tinggi. Tingginya angka kejadian PGK tidak saja terjadi pada pasien dialisis, ternyata juga pada PGK tahap awal dan berkorelasi dengan peningkatan kadar kreatinin

Fried dkk (2003) melakukan penelitian prospektif pada populasi, melaporkan bahwa kematian akibat PKV pada populasi dengan kadar kreatinin serum < 1,10 mg/dl adalah 11,3/1000/tahun meningkat menjadi 34,5 /1000/tahun pada populasi dengan kadar kreatinin serum 1,5 -1,69 mg/dl kemudian meningkat lagi menjadi 57,2. /1000/tahunpada populasi dengan kadar kreatinin serum > 1,70 mg/dl. 9 Fried dkk menentukan kadar kreatinin serum < 1.5 mg/dl sebagai batas normal. Interaksi antar organ tidak hanya terjadi pada angka kematian, tetapi juga pada angka kejadian stroke, transient ischemic attact (TIA), hipertrofi bilik kiri (LVH), gagal jantung kongestif, infark miokard dan berbagai penyakit kardiovaskuler lain. Patrick dan Foley (1999) melaporkan bahwa peningkatan angka kejadian LVH berkorelasi dengan penurunan LFG (laju filtrasi glomeruli), yaitu 27 % pada LFG ≥ 50 cc/menit, 31% pada LFG 25-49 cc/menit, dan 45% pada LFG < 25 cc/menit.21Dari sudut lain, Forman dkk (2004) melaporkan terjadinya perburukan fungsi ginjal pada pasien yang dirawat oleh karena gagal jantung. Yang menjadi kriteria perburukan fungsi ginjal adalah kenaikan kadar kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dl bila dibandingkan dengan kadar awal.

Perburukan fungsi ginjal terjadi pada 27% dari pasien yang dirawat dan berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk pula. Smith dkk (2006) mengadakan meta-analisis dan review kepustakaan, mereka melaporkan bahwa dari 80.098 pasien dirawat karena gagal jantung didapatkan 63% diantaranya mengalami perburukan fungsi ginjal, Tingkat perburukan fungsi ginjal sebanding dengan peningkatan angka kematian. Untuk setiap kenaikan kadar kreatinin serum sebesar 0,5 mg/dl terjadi peningkatan angka kematian sebesar 15%. Interaksi antar organ tidak hanya terjadi pada kasus-kasus kronis.29Suatu penelitian kohort prospektif yaitu :The Cardiovascular Health Study dilakukan oleh Mittalhenkle dkk (2008) melaporkan terjadinya Gangguan Ginjal Akut (GgGA) sebesar 3,9% pada penderita yang dikenal sebagai penderita PKV. 17Chittineni dkk (2007) melaporkan angka kejadian yang lebih tinggi yaitu 21% kasus GgGA pada penderita yang dirawat karena gagal jantung.

Dari data-data yang diajukan diatas menjadi pertanyaan : ”apa sebenarnya yang disebut sindroma kardiorenal ?” Apakah gangguan ginjal menyebabkan gangguan jantung, atau sebaliknya? Apakah terjadi secara akut, atau secara kronis?.

Emil Paganini pada suatu wawancara on-line dengan CE-today ( course ID:AB0429) mengatakan : “sangat sulit untuk membuat definisi sindroma kardiorenal (cardio renal syndrome = CRS) secara jelas dan memuaskan berbagai fihak”. Bila ditinjau dari sudut ahli ginjal (nefrologist) kondisi ini adalah bila terjadi PKV atau gagal jantung yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal sebelumnya. Bila ditinjau dari ahli jantung (cardiologist) ini adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi akibat PKV atau gagal jantung sebelumnya.Schrier (2007) membedakan istilah antara ”cardiorenal syndrome”,yaitu : penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada pasien gagal jantung dan menimbulkan perburukan prognosis, Sedangkan penurunan fungsi jantung akibat gagal ginjal, disebutnya sebagai ”renocardiac syndrome”.

Banyak hal yang belum jelas benar tentang interaksi antara organ jantung dan ginjal. Geisberg dan Butler (2006) mengusulkan bahwa untuk memahami masalah ini, harus diketahui dengan baik mengenai definisi, insidensi dan faktor risiko, etiologi dan patofisiologi dan pengelolaan, oleh karena itu penulis membuat tinjauan kepustakaan agar lebih memahami sindroma kardiorenal.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel