MANAGEMENT STRES PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISA
11:48 PM
Edit
Dukungan
keluarga pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa
Dukungan keluarga
|
Jumlah responden
|
Total %
|
Kurang
|
19
|
36,5
|
Baik
|
33
|
63,5
|
Total
|
52
|
100,0
|
Management stres
pasien gagal ginjal
Management stres
|
Jumlah responden
|
Total %
|
Rendah
|
10
|
19,2
|
Sedang
|
20
|
38,5
|
Baik
|
22
|
42,3
|
Total
|
52
|
100,0
|
Hubungan
antara dukungan keluarga dengan management stres pasien gagal ginjal di ruang
hemodialisa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal
Dukungan keluarga
|
Management stres
|
Total
|
||
Rendah
Frekuensi (%)
|
Sedang
Frekuensi (%)
|
Baik
Frekuensi
(%)
|
|
|
Kurang
|
9
(47,4)
|
8 (42,1)
|
2
(10,8)
|
19 (100)
|
Baik
|
1
(3,0)
|
12 (36,4)
|
20 (60,0)
|
33 (100)
|
Total
|
10 (19,2)
|
20 (38,5)
|
22 (42,3)
|
52 (100)
|
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai dukungan keluarga baik 33 (63,5%) dan
sebagian kecil responden mempunyai dukungan
kurang 19 (36,5%).%). Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian mempunyai
dukungan keluarga dalam kategori baik yang terbagi kedalam beragam bentuk
dukungan keluarga yang meliputi dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan materi, dukungan informasi.
Bentuk
dukungan materi
dalam kategori baik (27,6 %) dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden
terhadap kuesioner yang diberikan peneliti tentang dukungankeluarga dilihat
dari aspek dukungan materi
yaitu sebagian responden menyatakan bahwa keluarga selalu menyediakan
makanan kepada saya, keluarga selalu mengantar saya melakukan haemodialisa,
keluarga selalu meluangkan waktu untuk menemani saya, keluarga selalu
memberikan uang kepada saya untuk perjalanan ke Rumah Sakit. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dukungan keluarga dilihat dari aspek dukungan materi yang
diterima oleh responden dalam kategori baik.
Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dukungan keluarga dalam kategori
baik (63,5 %) pada pasien gagal ginjal yang menjalani haemodialisa dilihat dari
berbagai bentuk dukungan keluarga yang diterima responden meliputi dukungan
materi dalam kategori baik (27,6 %), dukungan penghargaan yang baik (24,3 %),
dukungan informasi dalam kategori baik (24,1 %) dan dukungan emosional dalam
kategori baik (23,8 %).
Dukungan keluarga baik 33 (63,5%) yaitu
keluarga selalu membuat hati responden senang, keluarga selalu memberikan
senyuman kepada responden, keluarga memperhatikan keluhan responden, keluarga kawatir
dengan masalah kesehatan responden, keluarga memperhatikan keluhan pasien dan
keluarga meluangkan waktu untuk bersama pasien. Hasil penelitian responden yang mempunyai
dukungan kurang sebanyak 19
(36,5%) hal ini dikarenakan keluarga tidak pernah memperhatikan responden,
keluarga tidak menyediakan makanan kepada responden dan keluarga malas
mengantar responden untuk melakukan hemodialisa.
Dukungan keluarga terhadap pasien gagal
ginjal yang menjalani terapi hemodialisa akan menimbulkan pengaruh positif bagi
kesejahteraan fisik maupun psikis. Seseorang yang mendapat dukungan akan merasa
diperhatikan, disayangi, merasa berharga dapat berbagi beban, percaya diri dan
menumbuhkan harapan sehingga mampu menangkal atau mengurangi stres yang pada
akhirnya akan mengurangi depresi. Dukungan keluarga terhadap pasien gagal
ginjal yang sedang menjalani terapi hemodialisa diharapkan lebih tahan terhadap
pengaruh psikologis dari stresor lingkungan dari pada individu yang tidak
mendapatkan dukungan keluarga (Purwata, 2006).
Dukungan keluarga adalah keberatan,
kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan
menyayangi kita. Dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan, perhatian,
penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondinya, dukungan
keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Dukungan keluarga
pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terdiri dari
dukungan emosional, penghargaan, materi dan dukungan informasi. Dukungan tersebut diberikan sepanjang hidup
pasien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan
(rehabilitasi) sangat berkurang
(Friedman, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai managemen stres baik sebanyak 22 (42,3%) dan
sebagian kecil responden mempunyai managemen stres rendah sebanyak 10
(19,2%).Managemen stres baik sebanyak 22 (42,3%)hal ini dikarenakan responden makan makanan sehari 3 kali dengan
gizi yang seimbang, responden secara teratur menerima dan memberi kasih sayang,
responden mempunyai keluarga yang bisa diandalkan, dan responden jika mempunyai
masalah selalu mempunyai mekanisme koping yang baik, seperti jalan-jalan saat
stres dan berolahraga ringan seminggu dua kali.Hasil penelitian responden
mempunyai managemen stres rendah sebanyak 10 (19,2%) hal ini dikarenakan jika
responden cemas hanya berdiam dirumah tidak mau cerita kepada keluarga maupun
teman.
Manajemen stres sebagai suatu
keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi, mencegah, mengelola dan memulihkan
diri dari stres yang dirasakan karena adanya ancaman dan ketidakmampuan dalam
coping yang dilakukan (Riskha, 2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Margiati
(2009) bahwa manajemen stres adalah membuat perubahan dalam cara anda berpikir
dan merasa, dalam cara anda berperilaku, dan sangat mungkin dalam lingkungan
dan tujuan managemen stres adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu
agar menjadi lebih baik.
Gagal ginjal terminal merupakan tahap
akhir dari gangguan fungsi ginjal dimana pasien harus menjalani terapi dialisa
selamasisa hidupnya. Bentuk terapi dialisa yang paling sering dilakukan di
Indonesia adalah hemodialisa. Permasalahan yang muncul kemudian menyebabkan
pasien hemodialisa rentan terhadap stres. Keadaan stres seringkali menimbulkan
perasaan tidak nyaman sehinggaindividu termotivasi untuk menguranginya.
Sarafino dan Taylor (dalam Smet, 1994)
mengatakan bahwa keadaan stres dapat menghasilkan perubahan, baik secara
fisiologis maupun psikologis, yang mengakibatkan berkembangnya suatu penyakit.
Stres juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesakitan dengan cara
merubah pola perilaku individu. Hal ini jelas menunjukkan adanya keadaan stres
akan memperburuk kondisi kesehatan penderita dan menurunkan kualitas hidupnya.
Hubungan antara dukungan keluarga dengan management
stres pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar responden mempunyai dukungan baik dengan management stres baik
sebanyak 20 (60,0%), management stres sedang 12 (36,4%), management
stres rendah 1 (3,0%) dan didapatkan nilai p value 0,000 (p<0,05)
menunjukkan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan managament stres.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwaresponden yang memiliki dukungan keluarga yang baik ada 1 (3,0%) responden
mempunyai management stres rendah walaupun telah memiliki dukungan keluarga
yang baik, dan sebaliknya didapatkan hasil penelitian dari responden yang dukungan keluarganya kurang ada 2 (10,8%)
memiliki management stres yang baik. Menurut asumsi peneliti dikarenakan selain
dukungan keluarga masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
management stres pasien gagal ginjal dalam menjalankan program haemodialisa.
Dukungan sosial ternyata tidak hanya
memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dan efek stres. Dalam
Sarafino (1998) disebutkan beberapa contoh efek negatif dari dukungan sosial
keluarga yaitu individu merasa dukungan kurang dirasakan dan tidak membantu, dukungan
yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu, sumber
dukungan mengajak untuk berperilaku tidak sehat, terlalu menjaga atau tidak
mendukung individu dalam program rehabilitasi sehingga individu menjadi
ketergantungan terhadap orang lain. Dukungan sosial inilah yang menyebabkan
pasien gagal ginjal yang menjalani haemodialisa mempunyai management stres yang
rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa dukungan
keluarga dengan aspek-aspek yang ada didalamnya dapat dijadikan sebagai
prediktor untuk memprediksi strategi coping pada penderita gagal ginjal. Secara
psikologis, apabila dukungan dari lingkungan keluarga penderita gagal ginjal
mampu mengoptimalkan aspek emosional, penghargaan, informasi, dan instrumental
berupa perhatian, nasehat, saran, pemberian pekerjaan, dsb, maka dukungan
keluarga tersebut akan mampu meningkatkan strategi coping pada penderita gagal
ginjal. Sehingga penderita merasa bahwa dirinya masih dibutuhkan, diperhatikan,
dan merasa bahwa dirinya tidak berbeda dengan manusia yang lain. Namun
sebaliknya jika dukungan keluarga terlalu menekan individu maka efek negatif
yang akan diterima oleh individu, sehingga individu akan merasa nyaman jika
tidak didampingi keluarga dalam menjalani haemodialisa.
Dukungan keluarga bagi pasien gagal
ginjal yang menjalani haemodialisa sangat diperlukan selama pasien masih mampu
memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong kehidupannya.
Dukungan keluarga merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif yang
diberikan keluarga pada pasien gagal ginjal. Dukungan keluarga memegang peranan
penting dalam menentukan proses penyembuhan seseorang termasuk pada pasien
gagal ginjal. Adanya dukungan keluarga dapat membantu penderita menghadapi
masalahnya. Tidak efektifnya koping individu disertai kurangnya dukungan
keluarga dapat memicu timbulnya lemahnya management stres yang dapat berkembang menjadi gangguan konsep
diri (Kuntjoro, 2002).
Stres mempengaruhi banyak aspek dalam
kehidupan manusia. Dalam aspek kognisi, stres dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi kogitif dengan menurunkan atau meningkatkan perhatian pada sesuatu.
Dalam aspek emosi, stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang merupakan reaksi
yang umum ketika individu merasa terancam, memunculkan perasaan sedih atau
depresi, serta memicu rasa marah terutama ketika individu mengalami situasi
yang membahayakan atau membuat frustrasi. Dalam aspek perilaku sosial, stres
dapat mengubah perilaku individu dalam menghadapi orang lain. Dalam aspek
jender dan perbedaan sosial budaya, ditemukan bahwa wanita dan anggota kelompok
minoritas pada umumnya melaporkan mengalami lebih banyak peristiwa yang
menimbulkan stres dibandingkan dengan pria (Sarafino, 1998).
Salah satu faktor yang
mempengaruhi mangement stres adalah dukungan keluarga. Dengan adanya dukungan
sosial atau pemberian bantuan kepada orang tua pasien dari keluarga, teman dan
masyarakat dapat menimbulkan perasaan diperhatikan, disenangi dan dihargai
sehingga dapat merubah mekanisme koping individu. Bentuk dukungan sosial antara
lain: dukungan emosional, dukungan instrumen (finansial), dukungan informasi,
dukungan penilaian berupa komunikasi yang relevan untuk evaluasi diri.