-->

Ads

Patofisiologi terjadinya sindroma kardiorenal (CRS)

Patofisiologi terjadinya  sindroma kardiorenal (CRS)


Patofisiologi terjadinya CRS belum dapat diterangkan dengan jelas. Beberapa literatur membahas mengenai terjadinya penurunan curah jantung (cardiac ouput =COP) diakibatkan oleh penurunan ejection fraction yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal.20,21 Menurut Shlipak dkk (2004) berdasarkan review literatur dilaporkan 37% hingga 55% penderita yang mengalami perburukan fungsi ginjal mempunyai ejection fraction ≥ 40%. Penurunan COP juga tidak dapat dijadikan penyebab utama sebab sebagian besar pasien tekanan darahnya normal, bahkan 39% pasien memiliki tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.28Berbagai faktor-faktor independen lain misalnya nitric oxide, prostaglandin, natriuretic peptides atau endothelin berperan baik terhadap organ jantung maupun ginjal.

Menurut Weiner dkk (2008), salah satu interaksi antar organ jantung dan ginjal adalah melalui proses inflamasi. Proses ini telah terjadi pada kedua organ sejak sangat dini, entah mana yang lebih dahulu menonjol gejala kliniknya dan entah yang mana yang lebih dahulu menyebabkan kematian. Sebagai contoh, menurut data USRDS penyebab kematian tertinggi pada penderita PGK yang telah menjalani dialisis adalah akibat penyakit jantung (infark miokard ) bukan akibat penyakit ginjalnya.

Emil Paganini, menggambarkan dengan baik dan sederhana hubungan kausal dan patologi interaksi antar organ jantung dan ginjal. Suatu keadaan patologi yang mengenai salah satu organ dapat menimbulkan kelainan pada organ yang lain. Reaksi dari organ dapat terjadi secara akut maupun kronis. Sebagai terlihat pada gambar 1 bahwa proses patologis yang terjadi pada jantung dapat menimbulkan penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal akut seperti terlihat pada alur 1 . Sebaliknya proses patologis pada ginjal dapat menimbulkan infark miokard, gagal jantung, gangguan katup atau kematian akibat gangguan jantung lain seperti terlihat pada alur

Interaksi antar organ jantung dan ginjal

Interaksi antar organ jantung dan ginjal


Gambar 4. Interaksi antar organ jantung dan ginja

Menurut Paganini, interaksi antar organ antara jantung dan ginjal terjadi pada tingkat subselular melalui suatu jalur neurohormonal . Aktivasi dari neurohormonal : aldosterone, endothelin, angiotensin II, vasopresin, norephinephrin , cytokines dan kesimbangannya dengan natriuritics peptides (ANP dan BNP) merupakan dasar patologi terjadinya gagal jantung, sebaliknya semua faktor-faktor ini juga dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal pada saat yang bersamaan. Aktivasi dari neurohormonal : aldosterone, natriuretics peptides, berbagai cytokine, endothein dan lainnya merupakan patogenesis dasar terjadinya gagal jantung.

    Menurut Bongartz dkk,2004, berdasarkan teori Guyton , tubuh manusia dapat melakukan regulasi terhadap sistim hemodinamik, konsentasi natrium dan volume cairan tubuh, melalui keseimbangan neurohormonal yang disebut sebagai regulasi tubuh total (Total body Autoregulation).

Pada keadaan normal regulasi hemodinamik dilakukan oleh jantung sedang regulasi cairan tubuh dan elektrolit dilakukan oleh ginjal. Kedua sistim ini saling membantu dalam autoregulasi tekanan darah. Bila oleh suatu sebab curah jantung meningkat/menurun maka volume cairan tubuh akan meningkat/menurun. Peningkatan/penurunan volume cairan tubuh akan merangsang baroreceptor yang selanjutnya melalui suatu sistim neurohurmonal dapat merangsang ginjal untuk mengeluarkan atau menahan cairan dan natrium , serta akan merangsang pembuluh darah untuk melakukan vasodilatasi/vasokonstriksi. Melalui mekanisme regulasi semacam ini tekanan darah dan volume cairan tubuh serta sistim hemodinamik dipertahankan dalam batas normal.

    Pada sindroma kardiorenal (CRS) : Pompa jantung menjadi lemah (pump failure) dan stroke volume menurun, akibatnya terjadi kelebihan cairan dalam pembuluh darah (volume overload). Bila fungsi ginjal masih baik maka ginjal akan membantu dengan meningkatkan diuresis dan ekskresi natrium. Tetapi pada kondisi klinik ini telah terjadi juga gangguan fungsi ginjal sehingga mekanisme normal tidak berjalan sebagai mana mestinya. Akibat proses inflamasi, atherosklerosis atau mikroangiopati terjadi gangguan keseimbangan neurohormonal dengan akibat gangguan ekskresi cairan dan elektrolit dengan konsekuensi volume cairan tubuh bertambah. Inilah yang disebut CRS yaitu kondisi klinik pasien dengan sesak nafas yang bertambah berat dan resisten terhadap pengobatan diuretic.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel