-->

Ads

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN: Mungkinkah?

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN: Mungkinkah?

Ilmu Pengetahuan dalam Islam, dalam konteks sejarahnya dan pengembangannya, banyak dipengaruhi oleh Filsafat Yunani Kuno tetapi dengan berbagai catatan. Walaupun pola pikir Islam mempunyai bangunan yang mirip dengan Yunani tetapi secara ontologism terdapat perbedaan yaitu bahwa tradisi keilmuan Islam mendasarkan postulat-postulat pada Al Qur’an dan Hadist. Pada abad ke-12 M, yaitu fase di mana filsafat dan sains dihancurkan, pemikir Muslim lebih mengembangkan kesadaran mistis dan askestisme, kemudian lari dari dunia materi (kesadaran kosmis) menuju pada dunia Sufisme ortodoks; dan mencapai puncaknya pada pemikiran Ghazalianism (Imam Ghazali) (Purwadi, A., 2002).

Pentakwilan secara rasional nash-nash Qur’an menjadi haram; pintu ijtihad ditutup rapat-rapat; kegiatan berfilsafat mulai dihujat dan dicurigai; dan para filsuf mulai dicap sebagai penganjur kekafiran dan kafir; untuk menyelamatkan iman Islam, maka makna agama direduksi sebatas persoalan-persoalan ritual-legal-formal semata (ibid. hal 23). Selanjutnya dikatakan bahwa segala pengetahuan yang tidak dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, dianggap sebagai jenis pengetahuan sesat dan menyesatkan, termasuk filsafat dan sain. Pada fase inilah umat Islam mulai menuju pintu gerbang awal kemunduran dan redupnya mercusuar peradabannya (ibid.). Bagaimanakah kemudian perjalanan gambaran interaksi antara pemikiran Islam dan Filsafat pada jaman kontemporer sekarang? Mengapa kelihatannya para pemikir Islam kembali merindukan hadirnya kembali filsafat ke dalam pemikirannya? Teori Filsafat yang seperti apa yang sebenarnya dikehendaki mampu menjembatani komunikasi dunia Islam dan Barat?


Baca Juga

Perbandingan Pemikiran Islam dan Filsafat


    Permainan kata-kata atau kalimat berikut diharapkan dapat memberi gambaran selintas tentang filsafat (Marsigit, 2013):

“Filsafat adalah olah pikir refleksif. Obyek material filsafat adalah obyek kajiannya, sedangkan obyek formal filsafat adalah metodenya. Obyek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Metode untuk mempelajari filsafat beraneka ragam, tetapi yang menonjol adalah hermeneutika. Alat yang digunakan untuk mempelajari filsafat adalah bahasa analog. Namun secara ontologis tidak ada batasan filsafat yang paling baik, karena definisi dan penjelasan filsafat tergantung kepada filsuf dan konteks budayanya. Tetapi disepakati bahwa dalam filsafat paling tidak terdapat 3 pilar utama yaitu ontology, epistemology dan aksiologi. Perbedaan filsafat adalah perbedaan pemikiran filsufnya. Perbedaan pemikiran filsuf adalah perbedaan obyek dan metodenya. Aliran filsafat adalah pengaruh pemikiran filsufnya. Dan karakteristik atau ciri filsafat adalah penjelasannya. Implementasi filsafat adalah di luar jangkauannya. Tidak setuju atau menolak filsafat adalah berfilsafat pula. Makro filsafat adalah dunianya.

Mikro filsafat adalah subyek diri. Tiadalah sebenar-benar ada seorang filsuf, karena tidak ada seorang filsufpun yang mengaku sebagai filsuf. Karakter tertinggi dalam filsafat adalah karakter Socrates karena pengakuannya yang tidap dapat mengerti apapun. Struktur filsafat yang aku kehendaki adalah hirarkhi berdimensi: material, folmal, normatif dan spiritual. Filsafat dimulai dari pertanyaan dan diakhiri pula dengan pertanyaan. Kesimpulan pertanda belum berfilsafat. Awal dari filsafat adalah kesadaran, dan akhir dari filsafat adalah mitos. Adab berfilsafat adalah tata-cara berfilsafat; dan tata cara berfilsafat adalah filsafat itu sendiri. Kesimpulan berfilsafat adalah bahwa ternyata filsafat adalah diriku sendiri. Ternyata aku tidak dapat menemukan diriku sendiri, padahal aku tahu bahwa diriku adalah sifat-sifatku. Maka diriku bisa pikiranku bisa pula doaku. Kebenaran adalah diriku yang tertutup, sedangkan diriku yang terbuka adalah ilmuku.

Ternyata aku menemukan bahwa diriku tidak sama dengan diriku, dikarenakan bujuk dan rayuan ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu adalah intuisiku, yaitu intuisi pikiran dan intuisi pengalamanku. Diriku tidak sama dengan diriku adalah kontradiksi karena itu adalah pengalaman menemukan diriku. Sedangkan diriku adalah diriku adalah identitas jika dia masih berada di dalam pikiranku, tetapi serta merta akan menjadi salah jika aku ucapkan atau aku tuliskan. Setinggi-tinggi tujuanku berfilsafat adalah sekedar menjadi saksi. Saksi adalah kuasa menyaksikan dan mengalami. Kuasa itu adalah diriku. Padahal diriku bisa apa saja (op maaf). Kemarin saya otoritarianisme sedangkan sekarang saya demokratis; kemarin saya Platonist sedang sekarang saya Aristotelianis; kemarin saya Pragmatis sedangkan sekarang saya Idealist, dst. Itulah bukti bahwa diriku adalah filsafat. Demikian juga engkau muridku adalah juga filsafat, bedanya mungkin engkau belum menyadarinya.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel