-->

Ads

Dunia Islam versus Gerakan Positivisme

 Dunia Islam versus Gerakan Positivisme

Reduksionisme menawarkan solusi ontologis yang bersifat ambigu, bahwa ikhtiar manusia pada akhirnya berakhir pada “pilihan”; namun, ternyata semua pilihan selalu saja memuat dikotomi kekuatan vs kelemahan, untung vs rugi, baik vs buruk, tantangan vs resiko, efektif vs tidak efektif, signifikan vs tidak signifikan, bermanfaat vs mubazir, dst. Di tengah kegalauan tersebut, munculah Positivisme menawarkan pendekatan “sain” untuk melampaui dikotomi membuka tabir dunia, dengan resiko spiritualitas yang “terpinggirkan” dikarenakan struktur dunia yang ditawarkan adalah 

Kaum Positivisme (Auguste Compte) menganggap agama berada di wilayah primitive dan tradisional. Agama dalam hal tertentu dianggap sebagai irrasional, oleh karena itu dapat menghambat kemajuan untuk memperoleh masyarakat modern. Dengan demikian agama tidak dijadikan sentral dalam tata cara dan perikehidupan masyarakat Positisme. Selanjutnya Positivisme mengembangkan metode “sain” sebagai jawaban untuk menaklukan dunia; maka berkembanglah segala macam cabang ilmu pengetahuan berbasis sain termasuk ilmu-ilmu dasar dan ilmu alam (natureweistenssafften). Sedangkan ilmu-ilmu humaniora termasuk agama, seni, budaya, filsafat (geistesweistensafften) dipinggirkan. Kinerja kaum Positivisme begitu mengagumkan karena telah menghasilkan ilmu-ilmu baru, teknologi dan masyarakat industri. Komunitas spiritual diliputi kecanggungan dan kegamangan dalam bayang-bayang Reduksionisme untuk tidak punya pilihan lain kecuali terlibat setengah hati.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel