URGENSI FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM
10:29 AM
Edit
URGENSI FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat merupakan sumber dan awal bagi tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di semua Negara di dunia ini. Hypothetical analyses menduga bahwa tradisi filsafat pada jaman Yunani Kuno dapat dihubungkan dengan tradisi kenabian di tempat yang lain pada jaman yang sama, misalnya Musa As, Daud As dan Idris As. Konon dewa Hermein dari Yunani ada yang menganggap sebagai nabi Idris As. Tradisi filsafat Barat mengalami surut pada jaman pertengahan karena dominasi Gereja. Revolusi Copernicus dianggap sebagai pendobrak dan awal dari filsafat modern yang ditandai munculnya tokoh-tokoh Rene Descartes, Immanuel Kant, dsb. Kaum Positivist yang dipelopori Auguste Compte melakukan antithesis terhadap filsafat Modern seraya berusaha membuangnya jauh-jauh, sambil berusaha membangun paradigm Scienticism. Ibarat sarang lebah, gerakan Positivism inilah yang kemudian menjadi inspirasi dan basis bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan kontemporer hingga kini. Ilmu-ilmu humaniora yang meliputi Agama, Bahasa, Filsafat, Sastra, Budaya, Seni dst dianggap sebagai tidak scientific, oleh karena itu perlu diubah metodologinya dengan metode sain (seperti yang terjadi pada Kurikulum 2013).Sementara itu, dunia Islam mengembangkan metode skolastiknya sendiri dan cenderung mengambil jalannya sendiri dan berbeda dengan kecenderungan budaya kontemporer. Metodologi seluruh pemikiran Islam salaf bersumber dari system logika Aristotelian yang diterjemahkan oleh al-Farabi ke dalam ilmu mantiq (A.M. Mulkan dalam Purwadi, 2002). Namun yang khas dari dunia Islam adalah bahwa ilmu yang diproduksi oleh sarjana muslim mempunyai visi kebenaran final. Sementara di Barat, akhir dari ilmu bersifat terbuka. Namun dunia Islam gagal dalam menunjukkan keunikan dan kekhasan ilmu-ilmu Islam dengan bukti yang obyektif . Sejarah pemikiran Islam dipenuhi sikap menolak ilmu-ilmu Barat tetapi pada saat yang sama lembaga ilmu dan pendidikan Islam selalu menempatkan ilmu-ilmu Barat sebagai dasar dan instrument yang tidak bisa ditinggalkan .
Dunia Islam menghadapi tantangan besar yaitu terkategorisasinya (dikotomi) pemikiran:
Baca Juga
Islam vs Barat, akhirat vs dunia, agama vs umum, spiritual vs sekuler, hati vs otak, takdir vs ikhtiar, fatal vs vital, potensi vs fakta , final vs terbuka, absolut vs relatif , tunggal vs plural , iman vs iptek, tradisional vs modern, spiritual vs material, spiritualism vs humanism, spiritualism vs materialism, ulama vs umaroh, syurga vs neraka, pahala vs pahala dosa, agama vs kebudayaan, agama vs filsafat, mitos vs logos, kebaikan vs keburukan, habluminallah vs habluminanash, dst.
Memang secara ontologis agama dan filsafat berbeda. Agama seperti diyakini dan diamalkan oleh pemeluknya berasal dari Tuhan, sedangkan filsafat merupakan oleh pikir manusia. Agama diturunkan sebagai pedoman moral untuk manusia dengan cara memahami, menafsirkan dan mengamalkannya. Di sisi lain, filsafat merupakan olah pikir refleksif manusia sehingga memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan memahami dan menafsirkan butir-butir ajaran agama. Dengan demikian filsafat berfungsi sebagai supporting factor bagi pemeluk agama untuk meningkatkan kualitas peribadatannya. Hirarkhi kemampuan manusia untuk memahami, menafsirkan dan mengamalkan ajaran agama tercermin dalam hypothetical-reflections (Marsigit, 2007-2013) sbb:
“Setingg-tinggi ilmu dan pikiran (filsafat) tidaklah mampu mengetahui segala seluk beluk hati (spiritual). Sehebat-hebat ucapan, tidaklah mampu mengucapkan semua yang dipikirkan. Sehebat-hebat tulisan, tidaklah mampu menulis semua ucapan. Sehebat-hebat perbuatan, tidaklah mampu melaksanakan semua tulisan. Maka janganlah kita mengandalkan hanya pikiran (filsafat) saja untuk memaknai spiritual (agama), melainkan bahwa gunakan dan jadikan hati kita masing-masing sebagai komandan dalam hidup kita. Sesungguhnya, di dalam hati itulah bernaung ilmu spiritualitas kita masing-masing.”
Konsekuensi dari pandangan di atas menghasilkan kesadaran bahwa obyek filsafat, yang meliputi yang ada dan yang mungkin ada, mempunyai kedudukan hirarkhis berdimensional, yaitu bahwa terdapat aneka struktur dunia yang isomorphis satu dengan yang lainnya dalam dimensi yang berbeda-beda. Perbedaan dimensi struktur dunia akan menentukan karakter setiap penghuninya dengan 2 komponen “takdir” dan “ikhtiar” yang berinteraksi secara dinamis dan kontekstual sehingga memberikan manusia karakter final (tertutup) dan karakter berubah (terbuka). Interaksi keadaan karakter manusia yang tertutup dan terbuka itulah yang memungkinkan manusia untuk menggapai dimensi yang lebih tinggi, atau malah terperosok ke sebaliknya ke dimensi yang lebih rendah. Keadaan struktur hirarkhis berdimensional tersebut (yang dikehandaki oleh komunitas spiritual)
Fungsi agama kemudian adalah memedomani agar umatnya mampu beribadat sebaik-baiknya sekaligus sebagai sumber moral (karakter), petunjuk kebenaran, bimbingan rokhani dan telaah metafisika religi.