Penangan GAGAL GINJAL AKUT Pada Lanjut Usia
12:48 AM
Edit
Penangan
GAGAL GINJAL AKUT Pada Lanjut Usia
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba, tapi
tidak seluruhnya dan reversibel. Kelainan ini mengakibatkan peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen) serum dan
kreatinin. Lansia cenderung mengalami GGA yang bersifat progresif yang
mengakibatkan peningkatan morbiditas. 20% penderita dengan GGA mengalami
kerusakan ginjal yang berat, untuk itu setiap orang yang merawat lansia harus
dilengkapi dengan kemampuan untuk mengevaluasi GGA.
Etiologi
Diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu
1. Pra
ginjal atau sirkulasi.
Terjadi akibat kurangnya perfusi ginjal
dan perbaikan dapat terjadi dengan cepat setelah kelainan tersebut diperbaiki,
misalnya hipovolemia atau hipotensi, penurunan curah jantung dan peningkatan
viskositas darah.
2.
Ginjal atau parenkimal
Akibat penyakit pada ginjal atau pembuluhnya.
Terdapat kelainan histologi dan kesembuhan tidak terjadi dengan segera pada
perbaikan faktor praginjal atau obstuksi, misalnya nekrosis tubular akut,
nekrosis kortikal akut, penyakit glomerulus akut, obstruksi vascular akut dan
nefrektomi.
3.
Pasca ginjal atau obstruksi.
Terjadi akibat obstruksi aliran urin,
misalnya obstruksi pada kandung kemih, uretra, kedua ureter, dsb.
Penyebab GGA pada usia lanjut berbeda dengan penyebab GGA pada orang
dewasa. Pada usia lanjut penyebab GGA berturut-turut sebagai berikut : (potret
GA, Bennet WM, 1991)
-
sebagian
besar (50%) karena dehidrasi atau gangguan elektrolit
-
obstruksi
merupakan 40% penyebab GGA, terutama hipertrofi prostat
-
kelainan
ginjal primer hanya merupakan sebagian kecil (10%) dari GGA pada usia lanjut.
Diagnosa
Diagnosis kelainan pra ginjal ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda
gagal ginjal akut (biasanya oliguria dengan kenaikan kreatinin dan ureum
plasma) urin yang terkonsentrasi dengan retensi natrium sehingga konsentrasi
natrium urin rendah, dan perbaikan bila faktor pra ginjal dihilangkan. Umumnya
penyebab jelas diketahui.
Kemungkinan obstruksi harus
dipertimbangkan sejak awal. Biasanya diperlukan pemeriksaan berupa memasukkan
kateter ureter dan USG ginjal.
Pada kelainan instrinsik, penyebab paling sering adalah nekrosis tubular
akut. Terjadi kerusakan yang parah tapi reversibel pada sel-sel tubulus,
biasanya akibat syok atau nefrotoksin. Gejala biasanya gagal ginjal dengan
oliguria akut sembuh spontan dalam 1-3 minggu. Dapat pula disebabkan obstruksi
tubular akut, reaksi alergi, dan sebagainya. Gambaran klinisnya berupa gagal
ginjal dengan oliguria akut, oliguria berat atau anuria. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan biopsi ginjal untuk mengetahui kelainan patologinya.
Komplikasi
-
Jantung :
edema paru, aritmia, efusi pericardium
-
Gangguan
elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
-
Neurologi:
iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan kejang.
-
Gastrointestinal:
nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal
-
Hematologi :
anemia, diastesis hemoragik
-
Infeksi :
pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
Penatalaksanaan
Perbedaannya dengan gagal ginjal kronik adalah pasien memiliki kemungkinan
lebih besar memerlukan terapi spesifik dengan cepat. Lebih terlihat sakit,
lebih jelas oliguria, dan lebih terpapar kemungkinan komplikasi akut seperti
hiperkalemia dan perdarahan saluran cerna.
Penatalaksanaan yang terpenting
adalah mengetahui dimana letak kelainannya. Kemudian gagal ginjal ditatalaksana
sampai fungsinya kembali.
Bila kelainannya pra ginjal, perbaikan dapat langsung terjadi bila faktor
pencetusnya dihilangkan. Namun pada beberapa kasus, perbaikan baru terjadi
setelah beberapa jam.
Pada kasus obstruksi, penyebab harus dihilangkan secara permanent karena
dapat menyebabkan gangguan fungsi tubulus yang berat. Diuresis masif dapat
terjadi setelah obstruksi akut dihilangkan. Jika kehilangan cairan tidak segera
diganti, dapat terjadi dehidrasi berat atau hipernatremia.
Penatalaksanaan secara umum adalah:
1. Diagnosa dan tatalaksana penyebab
-
Kelainan pra
ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi faktor pencetus, keseimbangan
cairan dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin,
volume darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbangkan pemberian inotropik
dan dopamine.
-
Kelainan
ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikroskopik urin , dan
dipertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
-
Kelainan
pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih penuh,
ada pembesaran prostat, gangguan miksi, atau nyeri pinggang. Dicoba memasang
kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan
akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG
ginjal.
2. Penatalaksanaan gagal ginjal
-
Mencapai dan
mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi hingga 60
mmol/ hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau
30 ml/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun
keseimbangan harus tetap diawasi.
-
Memberikan
nutrisi yang cukup. Bila melalui suplemen tinggi kalori atau hiperalimentasi
intravena.
-
Mencegah dan
memperbaiki hiperkalemia. Dilakukan perbaikan asidosis, pemberian glukosa dan
insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena pada
kedaruratan jantung.
-
Mencegah dan
memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran nafas dan
nosokomial. Demam harus segera dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera
dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
-
Mencegah dan
memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk mengetahui adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan
rasio ureum: kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis
histamin H2 (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai
profilaksis.
-
Dialisis dini
atau hemofltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia,
atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/liter.
Secara umum, continous hemofltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermiten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien
katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal atau hemofiltrasi.
3. Penatalaksanaan organ lain
Umumnya pada pasien dengan kegagalan multiorgan,
prognosisnya lebih buruk.
Prognosa
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit
penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri. Prognosis buruk pada pasien lanjut
usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab kematian tersering adalah
infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%),
gagal nafas (15%), dan gaga) multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia,
dan sebagainya.