Tata Laksana Budidaya Kentang
12:51 AM
Edit
Tata Laksana Budidaya Kentang
1.
Penyiapan
lahan
Lokasi
penanaman kentang yang paling baik adalah tanah bekas sawah karena hama atau
penyakit berkurang akibat sawah selalu berada dalam kondisi anaerob (Samadi,
1997). Kegiatan persiapan lahan tanaman kentang hingga siap tanam dilakukan
melalui beberapa tahapan. Tahap awal dari kegiatan tersebut adalah perencanaan
yang meliputi penentuan arah bedengan, terutama pada lahan berbukit, pembuatan
selokan, pemeliharaan tanaman dan pemupukan.
Tahap
berikutnya ialah pengolahan tanah dengan cara pembajakan atau pencangkulan
sedalam kurang lebih 30 cm hingga gembur, kemudian diistirahatkan selama 1 sampai
2 mingu. Pengolahan tanah dapat diulangi sekali lagi hingga tanah benar-benar
gembur sambil meratakan tanah dengan garu atau cangkul untuk memecah bongkahan
tanah berukuran besar.
Dua
minggu setelah pembajakan tanah dan penggemburan, dilakukan pembuatan bedengan
dan selokan untuk irigasi atau pengairan. Bedengan
dibuat membujur searah Timur-Barat, agar penyebaran cahaya matahari dapat
merata mengenai seluruh tanaman. Bedengan berukuran lebar 70-100 cm, tinggi 30
cm, jarak antar bedeng yang merupakan lebar selokan adalah 40 cm dan panjangnya
disesuaikan dengan kondisi lahan. Kedalaman selokan sama dengan tinggi bedengan
(30 cm). Selanjutnya di sekeliling petak-petak bedengan dibuat selokan untuk
pembuangan air (drainase) sedalam 50 cm dengan lebar 50 cm (Samadi, 1997).
Pemupukan dasar adalah tahapan terakhir dari kegiatan
persiapan lahan. Pupuk dasar yang terdiri dari pupuk organik dan anorganik
diberikan sebelum tanam. Pupuk organik diberikan pada permukaan bedengan
kira-kira satu minggu sebelum tanam. Pemberian pupuk organik dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan dicampurkan dengan tanah bedengan sampai
kedalaman 20 cm ketika penggemburan tanah yang terakhir dan dengan diberikan
pada lubang tanam. Pupuk anorganik yang berupa TSP diberikan sebagai pupuk
dasar sebanyak 300 kg sampai 350 kg per hektar bersamaan dengan pemberian pupuk
organik (Samadi, 1997). Kebutuhan
pupuk organik mencapai 20-30 ton per hektar.
2.
Penyiapan
bibit
Dalam
mempersiapkan bibit perlu dilaksanakan pemeliharaan terhadap bibit sebelum
dilaksanakan penanaman, dalam hal ini dilakuan seleksi untuk membuang yang
rusak atau sakit secara visual atau terlihat oleh mata telanjang sehingga akan
diperoleh bibit yang berkualitas baik dan dapat berproduksi tinggi serta
memberikan keuntungan yang besar.
Menurut Rukmana (1997), bibit kentang bermutu harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Bibit
bebas hama dan
penyakit
b.
Bibit
tidak tercampur varietas lain atau klon lain (murni)
c.
Ukuran umbi 30-45 gram berdiameter 35-45 mm (bibit kelas
I) dan 45-60 gram berdiameter 45-55 (bibit kelas II) atau umbi belah dengan
berat minimal 30 gram.
d.
Umbi bibit tidak cacat dan kulitnya kuat.
Ciri umbi bibit yang siap tanam adalah telah melampaui
masa istirahat atau masa dormansi selama 4 bulan sampai 6 bulan dan telah
bertunas sekitar 2 cm. Penanaman umbi bibit yang masih dalam masa dormanis atau
belum bertunas pertumbuhannya akan lambat dan produktivitasnya rendah. Umbi
bibit yang disimpan terlalu lama sampai pertumbuhan tunasnya panjang-panjang
harus dilakukan perompesan lebih dulu yang dikerjakan sebulan sebelum tanam. Tanpa perompesan,
tanaman akan tumbuh lemah.
3.
Penanaman
Waktu
tanam yang sesuai sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. di
Indonesia dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Di
dataran tinggi waktu tanam yang paling baik adalah pada akhir musim hujan.
Khusus di dataran menengah waktu tanam yang paling tepat adalah musim kemarau
agar apda saat pembentukan umbi kentang keadaan suhu malam hari paling rendah.
Penanaman bibit kentang di kebun baik dilakukan pada pagi
atau sore hari. Penanaman pada siang hari seringkali menyebabkan kelayuan
sehingga tanaman terhambat pertumbuhannya, bahkan terjadi kematian (Samadi,
1997).
Jarak tanam pada penanaman kentang sangat bervariasi
tergantung varietasnya. Untuk varietas Granola yang dibudidayakan di BBH
Tawangmangu ditanam dengan jarak tanam 30 x 70 cm dengan kedalaman lubang tanam
antara 8-10 cm.
Penanaman bibit kentang sangat sederhana, yaitu dengan
cara umbi bibit diletakkan dalam alur tepat di tengah-tengah dengan posisi
tunas menghadap ke atas dan jarak antara umbi bibit dalam alur adalah 25-30 cm.
Khusus di dataran menengah, jarak tanam diatur 50 x 30 cm untuk sistem bedengan
atau 60-70 cm x 30 cm untuk sistem guludan
(Rukmana, 1997).
(Rukmana, 1997).
4.
Pemeliharaan
tanaman
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a.
Pengairan
Pada
awal pertumbuhan diperlukan ketersediaan air yang memadai. Pengairan harus
kontinu sekali seminggu atau tiap hari, tergantung cuaca dan keadaan air tanah.
Waktu pengairan yang paling baik adalah pagi atau sore hari saat udara dan
penguapan tidak terlalu tinggi dan penyinaran matahari tidak terlalu terik.
Cara pengairan adalah dileb (digenangi) hingga tanah basah, kemudian air
dibuang melalui saluran pembuangan air (Rukmana, 1997).
b.
Penyulaman
Bibit yang tumbuh abnormal atau mati harus segera diganti
atau disulam dengan bibit yang baru. Waktu atau periode penyulaman maksimum 15
hari setelah tanam. Cara menyulam ialah dengan mengambil bibit yang mati,
kemudian meletakkan umbi bibit yang baru dan menimbunnya sedalam kurang lebih 7
½ cm. Penyulaman
dilakukan pagi atau sore hari (Rukmana, 1997).
c.
Penyiangan
Dilakukan
segera setelah terlihat adanya pertumbuhan rumput dengan memperhitungkan pula
bila selesai kegiatan ini akan dilanjutkan dengan pembumbunan. Waktu penyiangan
umumnya saat tanaman kentang berumur 1 bulan. Cara menyiangi adalah mencabut
atau membersihkan rumput dengan alat bantu tangan atau kored. Penyiangan
dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman kentang
(Rukmana, 1997). Penyiangan sebaiknya dilakukan pada daerah kira-kira 15 cm di sekitar
tanaman.
d.
Pembumbunan
Pembumbunan
dilakukan sebanyak 2 kali selama satu musim tanam yaitu pembumbunan pertama
dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam, pembumbunan kedua dilakukan pada
umur 40 hari setelah tanam atau 10 hari setelah pembumbunan pertama
(Anonim, 1989).
(Anonim, 1989).
Tujuan
pembumbunan ialah memberikan kesempatan agar stolon dan umbi berkembang dengan
baik, memperbaiki drainase tanah, mencegah umbi kentang yang terbentuk terkena
sinar matahari dan mencegah serangan hama penggerek umbi (Phithorimaea opercuella).
Cara pembumbunan adalah menimbun bagian pangkal tanaman dengan tanah hingga
terbentuk guludan-guludan (Rukmana, 1997). Ketebalan pembumbunan pertama
kira-kira 10 cm, pembumbunan kedua juga kira-kira 10 cm sehingga ketinggian
pembumbunan mencapai kira-kira 20 cm.
e.
Pemupukan
Pemupukan
susulan hanya dilakukan pada saat tanam dan pemberiannya sangat bervariasi, ada
yang menggunakan kombinasi Urea, TSP, KCl, atau ZA, TSP, KCl dengan waktu dan
dosis pemberian pupuk seperti pada tabel 2.
Tabel 2.
Jadwal pemberian pupuk anorganik dan PPC pada tanaman kentang per hektar
No
|
Perlakuan
|
Waktu Pemberian (HST)
|
||
0
|
21
|
45
|
||
1
2
3
|
Pupuk Kandang
Pupuk anorganik
a.
Urea
/ Za
b.
TSP
c.
KCl
PPC (Supermes)
|
15-20 ton
400 kg
7-10 hari sekali
|
165 / 350 kg
100 kg
|
165 / 365 kg
100 kg
|
Sumber
: Samadi (1997)
Keterangan
: HST : Hari Setelah Tanam
PPC : pupuk pelengkap cair.
Pemberian pupuk
susulan dilakukan dengan menyebar pupuk itu di sekeliling tanaman pada jarak 10
cm dari batang tanaman dengan dosis sekitar 10 - 20 g per tanaman atau
diberikan pada barisan diantara tanaman kurang lebih 20 - 25 cm, kemudian
segera menimbunnya dengan tanah sambil membumbun.
f.
Hama dan Penyakit
Menurut Rukmana (1997), hama dan penyakit yang menyerang
tanaman kentang antara lain :
- Hama biasanya kutu daun persik, penggerek daun dan umbi kentang, kumbang kentang, thrips, tungau kuning, uret, anjing tanah, ulat tanah.
- Penyakit biasanya busuk daun, layu bakteri, layu fusarium, bercak kering alternaria, kudis atau burik, rhizoctonia, busuk basah, virus, dan bintil akar.