Cara Terbaik Budidaya Ikan Gabus
1:13 AM
Edit
A. Cara Terbaik Budidaya Ikan Gabus
1.
Memilih Induk
Induk ikan gabus
atau ikan betutu umumnya dikumpulkan dari alam sebab perlu waktu yang lama dan
pakan yang sangat banyak untuk menghasilkan induk di kolam. Induk-induk ini
umumnya dikumpulkan di antara ikan gabus dewasa dan diseleksi yang memiliki
badan sehat. Induk jantan dapat dibedakan dari induk betina dengan melihat
ciri-ciri morfologis sebagai berikut.
Ciri induk ikan
gabus yang berkualitas !
Betina :
Badannya berwana
lebih gelap.Bercak hitam lebih banyak. Papila urogenital berbentuk tonjolan
memanjang yang lebih besar. membundar, warnanya memerah saat menjelang memijah.
Ukurannya lebih kecil dibandingkan yang jantan pada umur yang sama. Berbadan
sehat.Dewasa.
Jantan :
Badannya berwana
lebih terang.Bercak hitam lebih sedikit.Papila orogenital berbentuk segitiga,
pipih, dan kecil. Pada umur yang sama ukurannya lebih besar daripada
betina.Berbadan sehat.Dewasa.
2.
Pemijahan di Kolam
Awalnya, betutu
adalah ikan liar yang kehadirannya tidak dikehendaki di kolam pemeliharaan
karena suka memangsa ikan yang dipelihara di dalamnya. Oleh karena itu, bila
hendak memijahkan betutu di dalam kolam maka persiapannya harus matang agar tidak
ada ikan lain yang masuk ke dalam kolam dan mengganggu proses pemijahan.
a)
Konstruksi kolam
Luas kolam pemijahan
bervariasi antara 200 m2, tergantung ketersediaan lahan. Kolam berbentuk
persegi panjang dengan letak pintu pemasukan dan pembuangan berseberangan
secara diagonal. Tujuannya agar kolam bisa memperoleh air dari saluran langsung
dan pembuangannya pun bisa lancar. Debit air kolam minimal 25 liter/menit.
Pergantian air
yang kontinyu akan berpengaruh positif terhadap proses pemijahan. Bila lahannya
sempit, bisa dibuatkan bak semen berukuran 2 m x 1 m x 1 m untuk pemijahan
induk betutu secara berpasangan. Namun, bila mau memijahkan beberapa pasang di
lahan terbatas bisa dibuat kolam tembok berukuran 4 m X 2 m X I m.
b)
Persiapan kolam
Induk dipersiapkan
terlebih dahulu. Untuk kolam pemijahan seluas 200 m2, dapat disiapkan induk
yang rata-rata berukuran 300 g sebanyak 35-40 pasang. Sementara untuk kolam
kecil, dengan luas 8 m2, dapat dimasukkan induk sebanyak 3-4 pasang. Sebelum
induk dimasukkan, kolam pemijahan dilengkapi dengan sarang pemijahan berupa
segitiga yang dibuat dari asbes. Ukuran panjang segitigiga 30 cm yang diikat
dengan kawat dan diberi pelampung untuk mempermudah mengetahui keberadaannya.
Induk dimasukkan ke dalam kolam pemijahan setelah kolam terisi air setinggi
40-45 cm. Selama proses pemijahan, sebaiknya kolam memperoleh pergantian air
secara kontinyu.
Proses
pergantian air secara kontinyu ini terbukti mampu merangsang pemijahan hampir
semua jenis ikan secara alami.
c)
Pemijahan Tingkah laku
pemijahan ikan betutu meliputi 5 tahap, yaitu membentuk daerah kekuasaan,
membuat sarang pemijahan, proses kawin, memijah dan meletakkan telurnya pada
sarang, dan menjaga telurnya. Pemijahan biasanya terjadi pada malam hari,
tetapi tidak jarang pada Siang hari betutu juga memijah. Ikan ini akan kawin di
dalam segitiga sarang pemijahan. Selanjutnya, telur yang dihasilkan akan
ditempelkan ke dalam kotak segitiga sarang pemijahan tersebut.
3.
Penetasan Telur dan
Perawatan Benih
Telur ikan
betutu berbentuk lonjong, transparan. Ukurannya sangat kecil, kira-kira hanya
bergaris tengah 0,83 mm. Telur tersebut melekat pada dinding sarang. Setelah
kontak dengan air selama 10-15 menit, membran vitelinya akan mengembang terns
dan panjang telur meningkat sekitar 50 % hingga telur berukuran 1,3 mm.
Penetasan telur dilakukan di akuarium dengan mengangkat sarang pemijahan yang
telah berisi telur. Sebuah sarang pemijahan bisa ditempati oleh sepasang induk,
tetapi bisa juga ditempati beberapa ekor induk. Kapasitas akuarium sebaiknya
minimal 60 liter. Untuk menjamin proses penetasan, diberi aerasi agak kuat, dan
ditetesi beberapa tetes Malachytgreen atau Metilen blue untuk mencegah jamur
(fungi). Telur yang terserang jamur akan tampak putih berbulu dan sebaiknya segera
disifon agar tidak menulari telur yang lain. Jumlah telur dalam setiap sarang
berkisar 20.000- 30.000 butir. Telur tidak menetas dalam waktu yang bersamaan.
Biasanya, penetasan berlangsung 2-4 hari.
Setelah telur
menetas, kekuatan aerator dikurangi. Adapun persentase telur yang menetas
antara 80—90%.
4.
Pemeliharaan larva
Pemeliharaan
larva dilakukan setelah 2 hari menetas hingga berumur 15 hari, dalam akuarium
yang sama dengan kepadatan 5 ekor/liter. Kelebihan larva bisa dipelihara dalam
akuarium lain. Pada umur 2 hari, larva diberi pakan berupa naupli artemia
dengan frekwensi 3 kali sehari. Dari umur 5 hari, larva diberi pakan tambahan
berupa daphnia 3 kali sehari, secukupnya. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan
penyiponan, dengan membuang kotoran dan sisa pakan dan mengganti dengan air
baru sebanyak 50 persen. Penyiponan dilakukan 3 hari sekali, tergantung
kualitas air.
5.
Pendederan
Pendederan
dimaksudkan untuk memelihara larva yang baru menetas dan sudah habis kuning
telurnya (yolk sack) ke dalam kolam untuk memperoleh ikan yang seukuran sejari
(fingerling). Pendederan biasanya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pendederan I
dan pendederan II.
a.
Pendederan I dilakukan di dalam
bak atau kolam yang lebih kecil, berukuran 5 m x 2 m dengan kedalaman 1 m.
Kolam ini dipasangi hapa dengan ukuran mata 500 mikron (0,5 mm) yang berukuran
100 cm x 75 cm dan tinggi 60 cm. Banyaknya hapa yang dipasang tergantung benih
yang akan ditebar. Kepadatan penebaran di dalam hapa pada pendederan I yaitu
30.000 ekor /m2 atau 3o ekor/liter air. Jadi, ke dalam bak tersebut dapat
ditampung sebanyak 100.000-150.000 ekor larva, hasil dari 3-5 buah sarang,
dengan kedalaman air 50 cm. Lama pemeliharaan di dalam pendederan I ini yaitu 2
bulan. Dengan pakan yang disuplai dari luar, akan dihasilkan benih seukuran 1-2
cm dengan tingkat hidup mencapai 20%.
b.
Pada pendederan II, dibutuhkan
kolam yang luasnya 50 m2 dengan ukuran 5 m x 10 m dan kedalaman kolam 0,7
meter. Kolam dipupuk dengan kotoran ayam sebanyak 0,5-1,5 kg /m2, tergantung dari
kesuburan kolam. Lama pemeliharaan di pendederan II yaitu 4 bulan dan akan
dihasilkan benih betutu berukuran 10 cm (30-50 g) dengan tingkat kehidupan bisa
mencapai 100%.
6.
Pembesaran
Pembesaran
dimaksudkan untuk menghasilkan betutu berukuran konsumsi. Kolam yang dibutuhkan
seluas 200-600 m2. Kolam diusahakan memperoleh air barn dengan konstruksi
pematang kolam dari tanah dengan terlebih dahulu dipastikan tidak bocor.
Idealnya, kolam betutu dengan pematang yang ditembok. Di dalam kolam
ditempatkan beberapa tempat persembunyian berupa ban bekas atau dawn kelapa
karena betutu menghendaki lingkungan yang agak remang-remang.
Kolam dipupuk
terlebih dahulu dengan kotoran ayam dengan dosis 0.5-1.5 kg/m2. Kolam diairi
dengan air yang sudah lewat saringan. Selanjutnya, benih berukuran ditebarkan.
Adapun kepadatan penebaran tergantung benih yang ditebarkan. Untuk benih
berukuran 100 g dapat ditebarkan 20 ekor/m2, sedangkan yang berukuran 175 g
dapat ditebarkan sebanyak 8 ekor/m2. Dalam tempo 5 bulan, benih yang beratnya
100 g dapat tumbuh menjadi 250 g/ekor, sedangkan yang berukuran 175 g dapat
mencapai berat 400 g/ekor selama 6 bulan.
7.
Pemberian pakan
Ikan gabus
berpeluang untuk dibudidayakan secara serius, meskipun proses pemijahannya
belum bisa dikalukan secara buatan. Hanya saja, sebagai ikan carnifora (pemakan
daging) sekaligus predator, gabus harus diberi makan secara ekonomis. Cara yang
paling populer adalah dengan memelihara gabus bersamaan dengan nila. Sebagimana
kita ketahui, nila berpijah secara alamiah di tempat pemeliharaan. Telur nila akan “dierami”
induknya di dalam mulut sampai menetas. Kemudian setelah menetas pun, sampai
ukuran tertentu, anak nila ini akan tetap dipelihara dalam mulut sang induk.
Baru kemudian setelah dirasa cukup kuat, anak-anak ikan ini akan disapih. Nila
adalah ikan herbifora (pemakan lumut dan plankton). Tetapi dewasa ini, nila
sudah lazim diberi pelet untuk memacu pertumbuhannya. Kalau nila dipelihara
bersama dengan gabus, maka anak-anak nila inilah yang akan jadi santapan sang
gabus. Sementara induk nilanya akan menjadi besar tanpa takut dimangsa gabus.
Gabus, sulit untuk diberi pelet sebab anakan ikan ini dipijahkan secara alamiah
di perairan lepas. Hingga sifat liarnya sulit untuk diubah menjadi perilaku
ikan budidaya yang bersedia mengkonsumsi pelet.
Alternatif lain
pemeliharaan gabus adalah dengan menggabungkannya dalam sebuah unit peternakan
ayam atau itik. Mortalitas ternak ayam itik yang ditoleransi adalah sekitar 2
sd. 5% dari populasi per bulan. Kalau yang dipelihara 1.000 ekor, maka tiap
bulannya akan ada 20 sd. 50 ekor ayam atau itik mati yang harus dikubur atau
dibakar.
Dengan
memelihara gabus, itik dan ayam mati ini akan menjadi pakan alamiah dari ikan
pemakan daging tersebut. Agar kolam tetap higienis, sebelumnya bangkai ayam dan
itik itu perlu dibakar sampai betul-betul matang. Setalah itu baru dimasukkan
ke dalam kolam. Tujuan pembakaran, selain untuk merangsang nafsu makan gabus,
juga agar bibit penyakit yang ada dalam tubuh ayam dan itik itu bisa musnah. Selain
digabungkan dengan peternakan ayam dan itik, peternakan gabus ini juga bisa
memanfaatkan kelinci dan marmut. Dua ternak pemakan rumput ini sangat cepat
berbiak, namun masyarakat kurang menyukai dagingnya. Salah satu alternatifnya
adalah beternak kelinci dan marmut untuk konsumsi ikan gabus. Pada peternakan
kelinci, lebih-lebih kelinci Rex, keuntungannya ada dua. Pertama kulit kelinci
itu merupakan hasil utama. Baru kemudian dagingnya dimanfaatkan untuk pakan
gabus.
Dengan cara
kreatif demikian, kebutuhan ikan asin gabus akan terpenuhi. Bahkan apabila
volume ikan gabus makin besar, pasar segarnya pun masih cukup baik daya
serapnya.
8.
Penyakit dan Obatnya
Penyakit yang
sering menyerang ikan betutu adalah penyakit kulit berlendir dan luka . Cara
pengobatannya dengan merendam ikan ke dalam larutan air garam selama 1 – 2
menit . Atau kalium permanganat PK dengan konsentrasi 3 -4 tetes setiap 5 liter
air . Perendaman PK dilakukan selama 30 detik . Penyakit ini timbul karena
kualitas air dan kelebihan pakan yang membusuk.