-->

Ads

Cara Terbaik Budidaya Ikan Gabus

A.      Cara Terbaik Budidaya Ikan Gabus

1.        Memilih Induk
Induk ikan gabus atau ikan betutu umumnya dikumpulkan dari alam sebab perlu waktu yang lama dan pakan yang sangat banyak untuk menghasilkan induk di kolam. Induk-induk ini umumnya dikumpulkan di antara ikan gabus dewasa dan diseleksi yang memiliki badan sehat. Induk jantan dapat dibedakan dari induk betina dengan melihat ciri-ciri morfologis sebagai berikut.
Ciri induk ikan gabus yang berkualitas !
Betina :
Badannya berwana lebih gelap.Bercak hitam lebih banyak. Papila urogenital berbentuk tonjolan memanjang yang lebih besar. membundar, warnanya memerah saat menjelang memijah. Ukurannya lebih kecil dibandingkan yang jantan pada umur yang sama. Berbadan sehat.Dewasa.
Jantan :
Badannya berwana lebih terang.Bercak hitam lebih sedikit.Papila orogenital berbentuk segitiga, pipih, dan kecil. Pada umur yang sama ukurannya lebih besar daripada betina.Berbadan sehat.Dewasa.

2.        Pemijahan di Kolam
Awalnya, betutu adalah ikan liar yang kehadirannya tidak dikehendaki di kolam pemeliharaan karena suka memangsa ikan yang dipelihara di dalamnya. Oleh karena itu, bila hendak memijahkan betutu di dalam kolam maka persiapannya harus matang agar tidak ada ikan lain yang masuk ke dalam kolam dan mengganggu proses pemijahan.
a)        Konstruksi kolam
Luas kolam pemijahan bervariasi antara 200 m2, tergantung ketersediaan lahan. Kolam berbentuk persegi panjang dengan letak pintu pemasukan dan pembuangan berseberangan secara diagonal. Tujuannya agar kolam bisa memperoleh air dari saluran langsung dan pembuangannya pun bisa lancar. Debit air kolam minimal 25 liter/menit.
Pergantian air yang kontinyu akan berpengaruh positif terhadap proses pemijahan. Bila lahannya sempit, bisa dibuatkan bak semen berukuran 2 m x 1 m x 1 m untuk pemijahan induk betutu secara berpasangan. Namun, bila mau memijahkan beberapa pasang di lahan terbatas bisa dibuat kolam tembok berukuran 4 m X 2 m X I m.

b)        Persiapan kolam
Induk dipersiapkan terlebih dahulu. Untuk kolam pemijahan seluas 200 m2, dapat disiapkan induk yang rata-rata berukuran 300 g sebanyak 35-40 pasang. Sementara untuk kolam kecil, dengan luas 8 m2, dapat dimasukkan induk sebanyak 3-4 pasang. Sebelum induk dimasukkan, kolam pemijahan dilengkapi dengan sarang pemijahan berupa segitiga yang dibuat dari asbes. Ukuran panjang segitigiga 30 cm yang diikat dengan kawat dan diberi pelampung untuk mempermudah mengetahui keberadaannya. Induk dimasukkan ke dalam kolam pemijahan setelah kolam terisi air setinggi 40-45 cm. Selama proses pemijahan, sebaiknya kolam memperoleh pergantian air secara kontinyu.
Proses pergantian air secara kontinyu ini terbukti mampu merangsang pemijahan hampir semua jenis ikan secara alami.

c)        Pemijahan Tingkah laku pemijahan ikan betutu meliputi 5 tahap, yaitu membentuk daerah kekuasaan, membuat sarang pemijahan, proses kawin, memijah dan meletakkan telurnya pada sarang, dan menjaga telurnya. Pemijahan biasanya terjadi pada malam hari, tetapi tidak jarang pada Siang hari betutu juga memijah. Ikan ini akan kawin di dalam segitiga sarang pemijahan. Selanjutnya, telur yang dihasilkan akan ditempelkan ke dalam kotak segitiga sarang pemijahan tersebut.

3.        Penetasan Telur dan Perawatan Benih
Telur ikan betutu berbentuk lonjong, transparan. Ukurannya sangat kecil, kira-kira hanya bergaris tengah 0,83 mm. Telur tersebut melekat pada dinding sarang. Setelah kontak dengan air selama 10-15 menit, membran vitelinya akan mengembang terns dan panjang telur meningkat sekitar 50 % hingga telur berukuran 1,3 mm. Penetasan telur dilakukan di akuarium dengan mengangkat sarang pemijahan yang telah berisi telur. Sebuah sarang pemijahan bisa ditempati oleh sepasang induk, tetapi bisa juga ditempati beberapa ekor induk. Kapasitas akuarium sebaiknya minimal 60 liter. Untuk menjamin proses penetasan, diberi aerasi agak kuat, dan ditetesi beberapa tetes Malachytgreen atau Metilen blue untuk mencegah jamur (fungi). Telur yang terserang jamur akan tampak putih berbulu dan sebaiknya segera disifon agar tidak menulari telur yang lain. Jumlah telur dalam setiap sarang berkisar 20.000- 30.000 butir. Telur tidak menetas dalam waktu yang bersamaan. Biasanya, penetasan berlangsung 2-4 hari.
Setelah telur menetas, kekuatan aerator dikurangi. Adapun persentase telur yang menetas antara 80—90%.

4.        Pemeliharaan larva
Pemeliharaan larva dilakukan setelah 2 hari menetas hingga berumur 15 hari, dalam akuarium yang sama dengan kepadatan 5 ekor/liter. Kelebihan larva bisa dipelihara dalam akuarium lain. Pada umur 2 hari, larva diberi pakan berupa naupli artemia dengan frekwensi 3 kali sehari. Dari umur 5 hari, larva diberi pakan tambahan berupa daphnia 3 kali sehari, secukupnya. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan, dengan membuang kotoran dan sisa pakan dan mengganti dengan air baru sebanyak 50 persen. Penyiponan dilakukan 3 hari sekali, tergantung kualitas air.

5.        Pendederan
Pendederan dimaksudkan untuk memelihara larva yang baru menetas dan sudah habis kuning telurnya (yolk sack) ke dalam kolam untuk memperoleh ikan yang seukuran sejari (fingerling). Pendederan biasanya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pendederan I dan pendederan II.
a.         Pendederan I dilakukan di dalam bak atau kolam yang lebih kecil, berukuran 5 m x 2 m dengan kedalaman 1 m. Kolam ini dipasangi hapa dengan ukuran mata 500 mikron (0,5 mm) yang berukuran 100 cm x 75 cm dan tinggi 60 cm. Banyaknya hapa yang dipasang tergantung benih yang akan ditebar. Kepadatan penebaran di dalam hapa pada pendederan I yaitu 30.000 ekor /m2 atau 3o ekor/liter air. Jadi, ke dalam bak tersebut dapat ditampung sebanyak 100.000-150.000 ekor larva, hasil dari 3-5 buah sarang, dengan kedalaman air 50 cm. Lama pemeliharaan di dalam pendederan I ini yaitu 2 bulan. Dengan pakan yang disuplai dari luar, akan dihasilkan benih seukuran 1-2 cm dengan tingkat hidup mencapai 20%.
b.        Pada pendederan II, dibutuhkan kolam yang luasnya 50 m2 dengan ukuran 5 m x 10 m dan kedalaman kolam 0,7 meter. Kolam dipupuk dengan kotoran ayam sebanyak 0,5-1,5 kg /m2, tergantung dari kesuburan kolam. Lama pemeliharaan di pendederan II yaitu 4 bulan dan akan dihasilkan benih betutu berukuran 10 cm (30-50 g) dengan tingkat kehidupan bisa mencapai 100%. 

6.        Pembesaran
Pembesaran dimaksudkan untuk menghasilkan betutu berukuran konsumsi. Kolam yang dibutuhkan seluas 200-600 m2. Kolam diusahakan memperoleh air barn dengan konstruksi pematang kolam dari tanah dengan terlebih dahulu dipastikan tidak bocor. Idealnya, kolam betutu dengan pematang yang ditembok. Di dalam kolam ditempatkan beberapa tempat persembunyian berupa ban bekas atau dawn kelapa karena betutu menghendaki lingkungan yang agak remang-remang.
Kolam dipupuk terlebih dahulu dengan kotoran ayam dengan dosis 0.5-1.5 kg/m2. Kolam diairi dengan air yang sudah lewat saringan. Selanjutnya, benih berukuran ditebarkan. Adapun kepadatan penebaran tergantung benih yang ditebarkan. Untuk benih berukuran 100 g dapat ditebarkan 20 ekor/m2, sedangkan yang berukuran 175 g dapat ditebarkan sebanyak 8 ekor/m2. Dalam tempo 5 bulan, benih yang beratnya 100 g dapat tumbuh menjadi 250 g/ekor, sedangkan yang berukuran 175 g dapat mencapai berat 400 g/ekor selama 6 bulan.

7.        Pemberian pakan
Ikan gabus berpeluang untuk dibudidayakan secara serius, meskipun proses pemijahannya belum bisa dikalukan secara buatan. Hanya saja, sebagai ikan carnifora (pemakan daging) sekaligus predator, gabus harus diberi makan secara ekonomis. Cara yang paling populer adalah dengan memelihara gabus bersamaan dengan nila. Sebagimana kita ketahui, nila berpijah secara alamiah di tempat  pemeliharaan. Telur nila akan “dierami” induknya di dalam mulut sampai menetas. Kemudian setelah menetas pun, sampai ukuran tertentu, anak nila ini akan tetap dipelihara dalam mulut sang induk. Baru kemudian setelah dirasa cukup kuat, anak-anak ikan ini akan disapih. Nila adalah ikan herbifora (pemakan lumut dan plankton). Tetapi dewasa ini, nila sudah lazim diberi pelet untuk memacu pertumbuhannya. Kalau nila dipelihara bersama dengan gabus, maka anak-anak nila inilah yang akan jadi santapan sang gabus. Sementara induk nilanya akan menjadi besar tanpa takut dimangsa gabus. Gabus, sulit untuk diberi pelet sebab anakan ikan ini dipijahkan secara alamiah di perairan lepas. Hingga sifat liarnya sulit untuk diubah menjadi perilaku ikan budidaya yang bersedia mengkonsumsi pelet.
Alternatif lain pemeliharaan gabus adalah dengan menggabungkannya dalam sebuah unit peternakan ayam atau itik. Mortalitas ternak ayam itik yang ditoleransi adalah sekitar 2 sd. 5% dari populasi per bulan. Kalau yang dipelihara 1.000 ekor, maka tiap bulannya akan ada 20 sd. 50 ekor ayam atau itik mati yang harus dikubur atau dibakar.
Dengan memelihara gabus, itik dan ayam mati ini akan menjadi pakan alamiah dari ikan pemakan daging tersebut. Agar kolam tetap higienis, sebelumnya bangkai ayam dan itik itu perlu dibakar sampai betul-betul matang. Setalah itu baru dimasukkan ke dalam kolam. Tujuan pembakaran, selain untuk merangsang nafsu makan gabus, juga agar bibit penyakit yang ada dalam tubuh ayam dan itik itu bisa musnah. Selain digabungkan dengan peternakan ayam dan itik, peternakan gabus ini juga bisa memanfaatkan kelinci dan marmut. Dua ternak pemakan rumput ini sangat cepat berbiak, namun masyarakat kurang menyukai dagingnya. Salah satu alternatifnya adalah beternak kelinci dan marmut untuk konsumsi ikan gabus. Pada peternakan kelinci, lebih-lebih kelinci Rex, keuntungannya ada dua. Pertama kulit kelinci itu merupakan hasil utama. Baru kemudian dagingnya dimanfaatkan untuk pakan gabus.
Dengan cara kreatif demikian, kebutuhan ikan asin gabus akan terpenuhi. Bahkan apabila volume ikan gabus makin besar, pasar segarnya pun masih cukup baik daya serapnya.

8.        Penyakit dan Obatnya
Penyakit yang sering menyerang ikan betutu adalah penyakit kulit berlendir dan luka . Cara pengobatannya dengan merendam ikan ke dalam larutan air garam selama 1 – 2 menit . Atau kalium permanganat PK dengan konsentrasi 3 -4 tetes setiap 5 liter air . Perendaman PK dilakukan selama 30 detik . Penyakit ini timbul karena kualitas air dan kelebihan pakan yang membusuk.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel