-->

Ads

Peranan Unsur Sosial Budaya dalam Pengajaran BIPA

Peranan Unsur Sosial Budaya dalam Pengajaran BIPA

Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa jg merupakan fenomena budaya.  Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yg digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yg berlaku dalam komunikasi, spt hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, jg berpengaruh dalam penggunaan bahasa. 

Sementara itu, sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah satu unsur budaya, jg merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur budaya suatu masyarakat--di samping terhadap berbagai unsur sosial yg telah disebutkan di atas--merupakan hal yg sangat penting dalam mempelajari suatu bahasa. Hal yg sama berlaku pula bagi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, mempelajari bahasa Indonesia--lebih-lebih lagi bagi para penutur asing--berarti pula mempelajari dan menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yg berlaku dalam masyarakat Indonesia.


Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran bahasa, sudah semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yg berkenaan dengan aspek-aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya yg melatari penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu hanya dititikberatkan pada penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya tentu hanya akan melahirkan siswa yg mampu menguasai materi, tetapi tidak mampu berkomunikasi dalam situasi yg sebenarnya. Pengajaran bahasa yg demikian tentu tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur dengan pendekatan komunikatif. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara baik dan benar itu mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek kebahasaan dan jg pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yg menjadi konteks penggunaan bahasa.

Saygnya, sejauh ini belum diketahui secara pasti sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, jg belum diketahui unsur-unsur sosial budaya apa yg perlu diajarkan pada peserta BIPA. Padahal, pengetahuan tentang berbagai aspek sosial budaya itu sangat penting bagi para pembelajar BIPA. Untuk melengkapi pengetahuan itulah, makalah ini akan memaparkan hasil penelitian terhadap sejumlah buku BIPA, baik yg digunakan di dalam maupun di luar negeri. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, akan dipaparkan pula aspek-aspek sosial budaya apa saja yg perlu diketahui oleh para pembelajar BIPA.


Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini didasari oleh konsep dasar teoretis yg memandang bahwa belajar berbahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Belajar berkomunikasi berarti belajar bagaimana cara menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa. Untuk itu, agar komunikasi yg dilakukan dapat berlangsung secara efektif dan efisien, dalam arti baik dan benar, pembelajar bahasa selain perlu memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa, spt tata bahasa, sistem bunyi, dan leksikon, jg perlu mengetahui berbagai aspek sosial budaya yg berlaku dalam masyarakat yg bahasanya dipelajari. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara baik dan benar itu dapat dicapai jika pembelajar memiliki kompetensi komunikatif.

Berbagai pendapat, spt yg dikemukakan oleh Hymes (1971), Canale dan Swain (1980), Saville-Troike (1982:25), Canale (1983), Bachman (1990), menyiratkan kesamaan pandangan bahwa kompetensi komunikatif tidak hanya mencakup pengetahuan tentang bahasa, tetapi jg  mencakup kemampuan menggunakan bahasa itu sesuai dengan konteks sosial budayanya. Jadi, kompetensi komunikatif itu tidak hanya berisi pengetahuan tentang masalah kegramatikalan suatu ujaran, tetapi jg berisi pengetahuan tentang patut atau tidaknya suatu ujaran itu digunakan menurut status penutur dan pendengar, ruang dan waktu pembicaraan, derajat keformalan, medium yg digunakan, pokok pembicaraan, dan ranah yg melingkupi situasi pembicaraan itu.

Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa faktor-faktor sosial budaya yg menjadi konteks penggunaan bahasa merupakan hal yg perlu diketahui oleh para pembelajar bahasa agar mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam situasi yg sebenarnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel